Jakarta (ANTARA News) - Bagi penulis serial Supernova Dewi Lestari, menerbitkan buku-bukunya dalam huruf Braille adalah keinginan terpendamnya sejak lama. Oleh sebab itu ia sangat antusias ketika salah satu penerbitnya ikut mendukung kampanye "Dengan Jari Aku Melihat Dunia, Dengan Jari Kita Bergandeng Tangan" yang mengajak para pihak yang terlibat di dunia perbukuan, khususnya para pengarang untuk memberikan izin naskah atau buku yang telah diterbitkan untuk diterbitkan juga dalam huruf Braille. Selain memberikan naskah "soft copy" buku terbarunya "Filosofi Kopi", Dewi juga mengatakan bahwa ia siap membantu jika ada pelatihan khusus (workshop) bagi para tuna netra tentang penulisan novel. Bukan hanya Dewi, tetapi juga Ayu Utami, penulis "Saman" juga menyatakan bahwa ia ingin membantu jika dibutuhkan dalam pelatihan semacam itu. "Saya dan Ayu sempat bertukar ide untuk bisa `bikin` workshop, jadi kalau Mitra Netra ingin membuat workshop penulisan, kami bersedia membantu," kata Dewi di Jakarta, Kamis. Sore itu, Dewi, Ayu dan penulis-penulis lain yaitu Fira Basuki, Icha Rahmanti, Miranda, Ninit Yunita serta FX. Rudy Gunawan hadir dalam peluncuran kampanye dari Yayasan Mitra Netra, sekaligus menyerahkan naskah buku mereka untuk diterjemahkan ke dalam huruf Braille. Kampanye tersebut merupakan bagian dari program "Seribu Buku Untuk Tuna Netra" yang bentuk kegiatannya adalah mengumpulkan para relawan untuk mengetik ulang buku-buku populer sehingga dapat diterjemahkan ke dalam huruf Braille. Untuk tahap awal tersebut, baru satu penerbit yaitu Gagas Media dan delapan penulis yang menyatakan mendukung program tersebut, namun diharapkan agar langkah tersebut dapat diikuti oleh para penerbit yang lain. Selain memberikan naskah buku mereka, Ayu Utami dan Dewi Lestari menyatakan harapan mereka agar para tuna netra tersebut juga dapat mengembangkan bakat mereka dalam bidang sastra. "Jadi istilahnya bagaimana mengubah kekurangan yang dimiliki menjadi suatu kelebihan," kata Ayu. Ia mencontohkan bagaimana orang normal seringkali menganggap indera penglihatan sebagai suatu hal yang biasa, sementara para tuna netra seringkali mempunyai sensitifitas lebih tinggi terhadap indera-indera mereka. Dari rencana mereka itu, Ayu menyampaikan harapannya kepada para tuna netra yang gemar membaca karya sastra. "Saya berharap teman-teman bisa jadi pencipta, bukan penikmat saja," tuturnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006