Tanjung Selor (ANTARA) - Sejumlah daerah di pedalaman Kalimantan Utara  (Kaltara) termasuk kawasan tertinggal, bahkan ada yang tergolong terisolir atau hanya efektif dijangkau melalui penerbangan perintis.

Ada juga desa yang bisa dijangkau melalui sungai dan darat, namun butuh waktu, tenaga, dan biaya, karena letaknya jauh di pedalaman dengan infrastruktur perhubungan terbatas. Misalnya, Long Pada, Data Dian, Long Alango dan Apuping, Kabupaten Malinau.

Daerah-daerah ini sulit terjangkau karena berada di jantung Pulau Kalimantan serta medan yang berat, sehingga  harus melayari sungai jeram berbahaya.

Contohnya, perjalanan Long Pada dari Malinau (Ibu Kota Kabupaten Malinau) butuh sekitar enam jam dalam kondisi normal atau bukan saat musim hujan.

Jika melakukan perjalanan musim hujan, maka harus siap menghadapi tantangan alam, misalnya jalan terputus karena batang pohon roboh, tanah longsor atau banjir.

Demikian juga Desa Data Dian yang berjarak 375 km dari Malinau secara garis lurus,  hanya efektif melalui udara meskipun juga bisa melalui jalur darat dengan tantangan seperti Long Pada. Rute udara menggunakan pesawat jenis "Pilatus" dengan kapasitas enam orang selama satu jam dari Kota Malinau.

Sebagian kawasan yang dilalui memang rimba belantara dikenal sebagai "Heart of Borneo" (HoB) atau jantung Borneo seluas 22 juta hektare atau 220.000 kilometer persegi. 

Inisiatif HoB secara formal dideklarasikan oleh tiga pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia pada 12 Februari 2007. Ini adalah merupakan program konservasi dan pembangunan berkelanjutan di dataran tinggi wilayah Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia hingga dataran rendah Brunei.

Terkait masalah kesenjangan pembangunan di pedalaman, pemerintah terus berupaya mengatasinya. Keberpihakan pemerintah itu bisa terbaca dari data Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kaltara yang memberikan alokasi belanja APBN 2022 di Kaltara sekitar Rp9,92 triliun.

Dana tersebut terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat Rp3,68 triliun atau 37 persen, dan Belanja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp6,24 triliun atau 63 persen.

Alokasi terbesar pada Belanja Pemerintah Pusat digunakan untuk program infrastruktur konektivitas, yakni sebesar 38,26 persen.

Dari dana pusat  tersebut, Kaltara mengalokasikan untuk belanja strategis selain untuk wilayah pantai, misalnya pembangunan fasilitas pelabuhan laut Pulau Bunyu. Sebagian untuk infrastruktur perbatasan dan pedalaman.

Alokasi untuk kawasan perbatasan dan pedalaman itu antara lain, pembangunan jalan Malinau-Semamu, pengembangan empat Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu, pembangunan Jembatan Long Nawang-Data Dian dan Malinau-Long Bawan, dan pengembangan Bandar Udara Long Apung.

Selain itu, pembangunan Pengaman Pantai Sei Taiwan Desa Tanjung Karang Kepulauan Sebatik, serta subsidi ongkos angkutan (SOA) udara penumpang, barang dan BBM melalui penerbangan Perintis.

Teknologi informasi pedalaman

Upaya pemerintah dalam membenahi kelemahan infrastruktur di perbatasan dan pedalaman tentu harus berbarengan dengan sektor lain, termasuk pembangunan berwawasan lingkungan, penguatan lembaga desa dan peningkatan sumber daya manusia bagi warga di sana.

Koordinator Divisi Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Sukmareni, mengungkapkan hal itu menjadi dasar lembaga nonprofit yang dikelolanya melakukan pendampingan warga pedalaman Kaltara di Malinau, termasuk mendukung berbagai program perhutanan sosial.

Salah satu program yang kini berhasil membuka "isolasi" daerah di pedalaman Kaltara dengan memanfaatkan teknologi informasi, yakni program aplikasi PRM AID (Potensi Ruang Mikro Aplikasi Informasi Desa) yang disatukan dengan website desa (web desa).

PRM AID merupakan perpaduan antara sistem pendataan yang sudah terkomputerisasi dengan Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) dan portal informasi berbasis website.

Website atau situs web menurut para ahli adalah kumpulan dari halaman-halaman situs yang terdapat dalam sebuah domain atau subdomain yang berada di dalam World Wide Web (WWW) di internet.

Web desa ini bukan sekadar wadah sistem data base berisi informasi kondisi serta potensi sosial dan spasial desa, serta surat-menyurat desa, juga menjadi sumber media informasi berbagai peristiwa di pedalaman daerah pedalaman.

Misalnya, berita "viral" tersiar dari website: https://longpada.desa.id/first/artikel/2022/5/4/bencana-alambanjir-di-desa-long-pada
milik  Desa Long Pada, Kecamatan Sungai Tubu, Kabupaten Malinau tentang musibah banjir yang menghanyutkan beberapa rumah pada kawasan pedalaman yang berjarak ratusan kilometer dari Tanjung Selor, ibu kota Provinsi Kalimantan Utara pada awal Mei 2022.

Berita-berita seperti banjir, kebakaran hutan serta berbagai aktifitas perusakan lingkungan tentu bernilai bagi pemerintah dalam menjalankan program pelestarian alamnya.

Selain Long Pada yang sudah online sejak akhir 2021, maka Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia menerbitkan domain desa.id bagi desa pedalaman dan perbatasan Kaltara itu antara lain, yakni datadian.desa.id, longalango.desa.id, apauping.desa.id, dan longjalan.desa.id yang sudah online sejak April 2022.

Pihak Warsi berharap ke depan kegiatan ini juga dirancang lebih meliputi Kecamatan Sungai Boh, Kayan Selaian, dan Kayan Hulu.

Mengenai keberadaan jaringan internet di pedalaman dan perbatasan adalah hasil kerja sama Telkom dengan Kominfo melalui program Bakti Aksi. Ada juga dukungan internet melalui provider Indosat di Desa Long Jalan Kecamatan Malinau Selatan Hulu.

Hasil menggembirakan

Keberhasilan menjalankan web desa dan aplikasi PRM AID itu berkat inisiatif KKI Warsi dengan berbagai dukungan, termasuk pemerintah tentunya.

Sedangkan keberadaan website desa, termasuk pelatihan bagi para pengelola berkat dukungan tim konsersium, yakni KKI Warsi bekerja sama LSM lokal LP3M (Lembaga Pemerhati dan Pemberdayaan Masyarakat Dayak) Punan Malinau dan TFCA-Kalimantan (Tropical Forest Conservation Act Kalimantan).

Koordinator Program KKI Warsi, Furwoko, menyampaikan setahun lebih berproses, program aplikasi PRM AID di Data Dian memperlihatkan hasil yang menggembirakan.

Terkait itu, maka pada Minggu (18 September 2022) di Balai Desa Data Dian Malinau digelar acara syukuran dan sosialisasi website kepada beberapa desa tetangga yang belum memiliki web desa.

Pengembangan database PRM AID Data Dian sudah dianggap rampung setelah diuji coba sejak awal 2022. Sebelumnya, sejak tahun lalu Warsi mulai menjalin komunikasi dengan pemerintah desa di pedalaman Malinau untuk mewujudkan aplikasi informasi desa.

Makna strategis web desa dan aplikasi PRM AID ini tergambar dari pengakuan Trim Ifung, Kepala Desa Data Dian karena dulu sulit membantu administrasi anak-anak setempat saat berada di daerah lain untuk melanjutkan pendidikan mereka.

Ada kalanya anak-anak ini membutuhkan surat keterangan, semisal surat keterangan domisili namun dengan aplikasi ini, permintaan itu menjadi lebih mudah dan cepat.

Tidak lagi "terisolir"

Camat Kayan Hilir, Robet Kristian Alber menyebutkan penting bagi setiap desa untuk memiliki sistem informasi desa atau aplikasi PRM AID. Aplikasi tersebut sejalan dengan sistem Informasi desa yang diamanatkan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Tujuan sistem informasi desa itu adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan administrasi kependudukan.

Selain itu, hal terpenting dalam mengembangkan informasi desa adalah transparansi penyelenggaraan pemerintah yang akuntabel dan dapat diakses publik.

Robet mengapresiasi kegiatan KKI Warsi dan berharap sistem informasi desa ini bisa saling terhubung dan menjadi satu rangkaian dengan website kecamatan yang saat ini juga sedang berproses.

Harapannya agar data informasi yang ada di website kecamatan bersumber dari sistem informasi desa sehingga data-data kependudukan misalnya, saling terintegrasi.

Hal lain yang tak kalah pentingnya, website resmi desa itu menjadi wadah untuk mempromosikan produk unggulan daerahnya. Misalnya, Desa Data Dian memiliki potensi madu sangat melimpah. Ketika musim panen tiba, potensinya mencapai 1,5 ton per musim dengan informasi di web kini sudah sangat membantu warga dalam menjalankan usahanya.

Di desa-desa lainnya seperti Apauping memiliki kekayaan alam yang unik, misalnya Long Tuha memiliki lapangan penggembalaan banteng yang kini menjadi ikon ekowisata minat khusus Apauping.

Contoh lain, di Long Alango terdapat kearifan lokal berupa pengawetan sumber daya alam dalam bentuk Tanah Ulen.

Keberhasilan Data Dian dalam mengentaskan isolasi daerahnya --meski sementara ini bukan dalam arti fisik atau tersedia infrastruktur perhubungan darat yang representatif -- namun telah membuat dua desa tetangganya, yakni Desa Sai Anai dan Desa Metun, juga sangat berminat segera memiliki website desa.

Kedua Desa yang berada di hulu Sungai Kayan itu juga memiliki potensi alam yang kompetitif yang membutuhkan media online untuk memasarkan.

Kepala Desa Sai Anai, Yardi Lasa menyatakan minat agar Warsi dan pemerintah segera membantu mereka memiliki web desa dan aplikasi PRM AID untuk segera "menjual" berbagai potensi desanya secara online.

Adanya web desa, meskipun secara fisik sejumlah desa di pedalaman Kaltara masih tertinggal dalam ketersediaan infrastruktur pembangunan, namun kini hakikatnya tidak "terisolir" lagi dalam menjalankan roda pemerintahan serta promosi potensi daerahnya.

Keberadaan website desa adalah bagian dari program yang lebih luas, yakni terkait isu global atau penyelamatan ekologis di daerah yang menjadi bagian "Heart of Borneo" itu.
 

Copyright © ANTARA 2022