Kendal (ANTARA) -
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Pemerintah Kabupaten Kendal, Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Kendal, dan Perum Bulog menggelar Gerakan Makan Telur Bersama untuk mencegah stunting.

Gerakan Makan Telur Bersama sebanyak 15.077 butir telur tersebut dilakukan di Lapangan Desa Kebumen, Kabupaten Kendal, Minggu, yang diawali dengan jalan sehat serta dilanjutkan penandatanganan nota kesepahaman antara NFA dengan BKKBN dan penyerahan simbolis 1.000 paket bantuan pangan untuk keluarga yang memiliki anak stunting.

Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Gubenur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Bupati Kendal Dico M Ganinduto beserta istri, dan pemangku kepentingan terkait.

Wagub Jateng Taj Yasin Maimoen mengatakan untuk menurunkan angka stunting diperlukan peran serta seluruh pihak dan penanganannya dimulai dari hulu ke hilir termasuk kepada para remaja atau mahasiswa.

"Kami sebelumnya ke sekolah-sekolah dan kampus. Bagi mereka yang kurang darah, kami meminta mereka untuk meminum tablet tambah darah dan mereka langsung meminumnya di tempat, tidak dibawa pulang," katanya.

Baca juga: BKKBN: Kurangnya kesadaran hidup sehat akar utama masalah stunting

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menjelaskan gemar makan telur tidak hanya menyehatkan, namun juga dapat menjadi salah satu upaya untuk mencegah stunting karena telur memiliki banyak kandungan nutrisinya dapat menjadi asupan pangan tambahan yang efektif baik bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, agar anak-anak Indonesia terhindar dari tengkes.

"Kegiatan ini merupakan wujud komitmen bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN pangan, asosiasi peternak dan pihak swasta untuk mempromosikan gemar makan telur kepada masyarakat serta mendukung upaya percepatan penurunan stunting serta pencegahan kerawanan pangan dan gizi," ujarnya.

Saat ini pihaknya sedang fokus menguatkan ekosistem pangan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, termasuk di dalamnya pengentasan daerah rawan pangan, tengkes, dan penganekaragaman konsumsi pangan.

Berdasarkan skor pola pangan harapan (PPH) tahun 2021, kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia masih belum beragam, dan bergizi seimbang di mana masih tingginya konsumsi padi-padian, minyak dan lemak serta kurangnya konsumsi pangan hewani, sayur, buah, serta umbi-umbian.

"Salah satu sumber protein hewani yang mudah didapat dan relatif murah adalah telur, kandungan nutrisi telur begitu lengkap baik makro maupun mikronutrien, namun konsumsi telur kita masih sebesar 7,5 kilogram per kapita per tahun," katanya.

Baca juga: Jateng targetkan penurunan stunting menjadi 14 persen pada akhir 2023

Jika dibandingkan negara lain, menurut dia, konsumsi telur per kapita Indonesia masuk urutan ke-15 dunia.

"Konsumsi telur perlu terus ditingkatkan salah satunya melalui gerakan gemar makan telur seperti hari ini. Kita sosialisasikan tagline Makan Enak Makan Sehat Makan B2SA, yaitu beragam, bergizi seimbang, dan aman," katanya.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menilai Gerakan Makan Telur Bersama kali ini merupakan momentum yang sangat penting dalam sinergi bersama percepatan penurunan tengkes, apalagi Menteri Kesehatan juga telah menganjurkan sehari sekali makan telur untuk anak usia enam bulan sampai usia dua tahun untuk mencegah stunting.

"Kalau ada yang cerita, orang makan telur membuat sakit mata dan bisul itu tidak benar. Yang benar, makan telur itu membuat jadi pintar. Saya mendoakan keluarga bapak ibu semua selalu sehat walafiat, anaknya tidak stunting, dan keluarganya sakinah mawadah warahmah," ujarnya.

Terkait MoU antara BKKBN dengan Badan Pangan Nasional tentang Sinergi Mewujudkan Ketahanan Pangan dan Gizi melalui Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana, Hasto menambahkan bahwa hal tersebut untuk mencari daerah dengan stunting tinggi dan daerah yang pangannya kurang. Hal itu penting untuk mendistribusikan pangan secara nasional.

Baca juga: BKKBN minta pemda maksimalkan peran UPPKA lewat pangan lokal

"Kami upayakan bersama bagaimana telur dikonsumsi sebagai sumber protein untuk stunting. Saya kira ini penting untuk mengembangkan kolaborasi pangan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia," katanya.

Angka prevalensi tengkes Indonesia tahun 2021 masih sebesar 24,4 persen, sedangkan standar WHO adalah 20 persen, sehingga Indonesia masuk kategori masalah tengkes yang tinggi.

Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022