Singapura (ANTARA) - Harga minyak turun untuk hari kedua di sesi Asia pada Senin sore, di tengah ketakutan permintaan bahan bakar yang lebih rendah karena kekhawatiran resesi global yang dipicu oleh kenaikan suku bunga di seluruh dunia dan lonjakan dolar AS membatasi kemampuan konsumen non-dolar untuk membeli minyak mentah.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November tergelincir 1,35 dolar AS atau 1,57 persen, menjadi diperdagangkan di 84,80 dolar AS per barel pada pukul 06.40 GMT. Kontrak jatuh ke level 84,51 dolar AS, terendah sejak 14 Januari.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November merosot 1,15 dolar AS atau 1,46 persen, menjadi diperdagangkan di 77,59 dolar AS per barel. WTI turun ke level 77,21 dolar AS, terendah sejak 6 Januari.

Kedua kontrak merosot sekitar 5,0 persen pada Jumat (23/9/2022) ke level terendah sejak Januari.

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama naik ke level tertinggi 20 tahun pada Senin.

Greenback yang lebih kuat cenderung membatasi permintaan minyak dalam denominasi dolar karena pembeli yang menggunakan mata uang lainnya harus membelanjakan lebih banyak uang untuk membeli minyak mentah.

Bank sentral di banyak negara konsumen minyak, termasuk Amerika Serikat, pengguna minyak mentah terbesar di dunia, telah menaikkan suku bunga untuk melawan lonjakan inflasi yang telah menyebabkan kekhawatiran pengetatan dapat memicu perlambatan ekonomi.

"Latar belakang pengetatan kebijakan moneter global oleh bank-bank sentral utama untuk memadamkan inflasi yang meningkat, dan kenaikan yang luar biasa dalam greenback menuju level tertinggi lebih dari dua dekade telah menimbulkan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi dan bertindak sebagai hambatan utama untuk harga minyak," kata Sugandha Sachdeva, wakil presiden penelitian komoditas di Religare Broking.

Sachdeva memperkirakan harga WTI bisa menyentuh 75 dolar AS per barel, sedangkan untuk Brent menyentuh 80 dolar AS akan bertindak sebagai bantalan.

Gangguan di pasar minyak dari perang Rusia-Ukraina, dengan sanksi Uni Eropa yang melarang minyak mentah Rusia yang akan dimulai pada Desember, telah memberikan beberapa dukungan untuk harga.

Chief executive officer pedagang energi Vitol, Russell Hardy, mengatakan bahwa pengiriman bahan bakar dipengaruhi oleh produk minyak Rusia yang diperkirakan mengalir ke Asia dan Timur Tengah sementara pasokan dari mereka pergi ke Eropa.

Selain itu, Hardy mengatakan pada konferensi minyak di Singapura bahwa lebih dari satu juta barel per hari (bph) minyak mentah AS diperkirakan akan dikirim ke Eropa untuk mengisi kesenjangan pasokan Rusia.

Kepala perusahaan energi negara Kolombia Ecopetrol mengatakan pada konferensi yang sama bahwa mereka telah menjual lebih banyak minyak ke Eropa, menggantikan pasokan Rusia, sementara pihaknya melihat persaingan yang meningkat untuk pangsa pasar di Asia.

Perhatian beralih ke apa yang Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, bersama-sama disebut OPEC+, dapat dilakukannya ketika mereka bertemu pada 5 Oktober, setelah sepakat untuk memangkas produksi secara moderat pada pertemuan terakhir mereka.

Tetapi, karena OPEC+ berproduksi jauh di bawah produksi yang ditargetkan, setiap pemotongan yang diumumkan mungkin tidak berdampak banyak pada pasokan.

Data pekan lalu menunjukkan OPEC+ meleset dari target produksinya sebesar 3,58 juta barel per hari pada Agustus, penurunan yang lebih besar daripada Juli.

Baca juga: Minyak turun 2,5 persen setelah penyulingan AS meningkatkan produksi

Baca juga: Minyak naik, kekhawatiran pasokan di seluruh dunia menjadi perhatian

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022