Tiga sektor yang secara konsisten memberikan kontribusi paling besar yaitu perikanan, ESDM, dan wisata bahari. Sementara sektor dengan potensi tinggi seperti budidaya perairan, pertambangan, energi, serta industri jasa maritim.
Jakarta (ANTARA) - Hasil riset Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45) menunjukkan ada beberapa tantangan ekonomi biru di masa depan, di antaranya pola pengelolaan sumber daya, regulasi dan desain kelembagaan yang belum sesuai, serta efek berkepanjangan dari disrupsi pandemi COVID-19.

Ketua Tim Kolaborasi Riset LAB 45, IPB, dan Undip Denny Nugroho Sugianto mengatakan fokus kajian berada di sektor apa saja yang perlu menjadi prioritas dalam mengoptimalkan potensi ekonomi biru, termasuk investasi swasta sebagai alternatif pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Tiga sektor yang secara konsisten memberikan kontribusi paling besar yaitu perikanan, ESDM, dan wisata bahari. Sementara sektor dengan potensi tinggi seperti budidaya perairan, pertambangan, energi, serta industri jasa maritim,” kata Denny dalam Webinar Lab 45 seperti dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Baca juga: LAB 45: Harga minyak dunia jadi faktor penyesuaian harga BBM subsidi

Di sisi desain kelembagaan, ia mengungkapkan hasil kajian menunjukkan satu sektor bisa diurus oleh beberapa kementerian/lembaga (K/L). Di sektor energi terbarukan ada 6 KL yang mengurus, konservasi laut 7 KL, pengelolaan pulau kecil dan pesisir kota 16 KL, serta perikanan dan budidaya 13 KL.

Dengan demikian, hal tersebut membuktikan bahwa pengelolaan pulau kecil, perikanan budidaya, maupun konservasi laut menjadi salah satu data yang menarik untuk dianalisis bersama.

Guru Besar Universitas Indonesia Dorodjatun Kuntjoro-Jakti menambahkan, tantangan utama pembangunan ekonomi biru yaitu menyeimbangkan pembangunan kawasan Indonesia barat dan kawasan Indonesia timur, sebab saat ini 56,1 persen penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Untuk itu, persebaran penduduk yang merata ke berbagai pulau penting untuk dilakukan.

“Tugas kita adalah dengan memperhatikan gambaran persebaran penduduk menurut pulau, bagaimana kita membangun kawasan timur Indonesia, bagaimana kita bergerak ke arah pembangunan yang mengutamakan ekonomi biru dari segala jenis sektor di maritim kita,” ucap Dorodjatun.

Baca juga: Konsep ekonomi biru ciptakan pemerataan ekonomi perikanan nasional

Proyeksi sektor prioritas ekonomi biru 2022-2045 menetapkan implementasi yang dilakukan dalam tiga tahap, yakni jangka pendek pada 2022-2024, jangka menengah pada 2024-2029, dan jangka panjang pada 2029-2045.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Budi Sulistiyo mengatakan populasi dunia diperkirakan tumbuh lebih dari sepertiga hingga 2050, sehingga Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memprediksi kebutuhan protein dunia akan meningkat hingga tujuh persen.

“Sumber daya kelautan dalam hal ini adalah perikanan sebagai sumber ekonomi dan sumber protein, kemudian bagaimana kita bisa menguasai hal tersebut,” ujar Budi.

Baca juga: Bappenas dorong Blue Financing untuk pembangunan Ekonomi Biru

Ia menuturkan permintaan ikan global akan berlipat ganda antara tahun 2020 dan 2050. Permintaan tersebut akan lebih banyak dipenuhi dari produksi perikanan budidaya.

Oleh karena itu dalam pemenuhan kebutuhan protein, ikan budidaya memiliki peluang yang cukup besar. Makanan laut hasil budidaya disebut memiliki edible yield yang cukup besar, yaitu 68 persen dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022