Kebudayaan juga digelorakan, terutama menghadapi kondisi ekonomi krisis global sekarang ini
Magelang (ANTARA) - Penyelenggaraan Festival Lima Gunung secara mandiri dan rutin setiap tahun mengimplementasikan semangat gotong royong yang terus dihidupi masyarakat desa sehingga harus terus dijaga dan dilestarikan, kata Bupati Magelang Zaenal Arifin.

"Wujud Lima Gunung (Festival Lima Gunung) implementasi Pancasila yaitu gotong royong semua pihak," ujar dia saat memberikan sambutan pada hari pertama puncak Festival Lima Gunung XXI/2022 di kawasan Gunung Andong Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah di Magelang, Jumat sore.

Puncak Festival Lima Gunung XXI/2022 berupa rangkaian agenda seni budaya pada 30 September-2 Oktober 2022, antara lain ditandai dengan pementasan berbagai kesenian, seperti tari tradisional, modern, dan kontemporer, pergelaran musik, kirab budaya, pameran seni rupa dan pidato kebudayaan.

Baca juga: 36 seniman pameran seni rupa di arena Festival Lima Gunung

Tercatat 63 kelompok kesenian dengan total sekitar 1.300 personel seniman dari grup-grup di Komunitas Lima Gunung --pemrakarsa Festival Lima Gunung--, para seniman dari daerah setempat, sejumlah kota besar, dan beberapa negara, mementaskan karya seni pada Festival Lima Gunung tahun ini di panggung 7x12 meter dengan instalasi seni dari berbagai bahan alam pertanian setempat yang digarap kalangan muda komunitas tersebut.

Sebutan lima gunung untuk nama komunitas dengan festivalnya yang mandiri atau tanpa sponsor itu, mencakup Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing dan Menoreh.

Ia menyatakan bangga karena festival tersebut diikuti para seniman dan pegiat seni bukan hanya dari daerah setempat, tetapi juga beberapa provinsi di Indonesia, dan mancanegara.

Ia mengemukakan pentingnya semangat gotong royong secara terus menerus dilestarikan dan dikembangkan karena menjadi kekuatan kepribadian bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan zaman.

"Kebudayaan juga digelorakan, terutama menghadapi kondisi ekonomi krisis global sekarang ini," katanya.

Baca juga: Kesenian dari Kanada dan Jepang tampil di Festival Lima Gunung

Dalam seni dan budaya, katanya, ada pesan dan makna yang hendak disampaikan kepada masyarakat luas. Festival Lima Gunung XXI/2022 dengan tema "Wahyu Rumagang", terkait dengan pentingnya kekuatan dan semangat bangkit --terutama bagi generasi muda-- untuk menjalani kehidupan yang lebih baik setelah pandemi COVID-19 melandai.

"Tuhan menciptakan kita untuk gotong royong, alam juga gotong royong. Mari bersama-sama membangun semangat gotong royong," katanya.

Pengajar Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Memet Chairul Slamet mengemukakan tentang Festival Lima Gunung yang selalu bermakna bagi masyarakat luas karena dengan kekuatan semangat "handarbeni" atau memiliki oleh warga dusun dan para pegiat Komunitas Lima Gunung.

"Semua 'nyengkuyung', ini tidak mudah, ini Festival Lima Gunung langka dan langgeng, salah satu kekuatannya rasa 'handarbeni', semua memiliki kesadaran mengorganisasi, ada manajemen khusus, manajemen kampung, bagaimana masyarakat reponsif dan ikhlas," ujar dia.

Pada hari pertama puncak rangkaian Festival Lima Gunung, Memet Chairul Slamet yang juga komponis tersebut menyajikan karya performa bunyi dengan judul "Nyapu Ratan".

Performa karya bunyi untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya setiap manusia membersihkan pikiran dan hati agar tetap jernih tersebut, dia mainkan bersama seorang sutradara dari Yogyakarta Jujuk Prabowo dan seniman muda Komunitas Lima Gunung Suko Sastro Gending.

Baca juga: Mengunduh "Wahyu Rumagang" di Kali Wangsit via Festival Lima Gunung
 

Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022