Transaksi perdagangan tersebut bakal terus membesar dan menggerakkan lebih kencang perekonomian antarpulau.
Sorong (ANTARA) - Hidup di pulau terpencil jauh dari kota tidak menjadi masalah bagi masyarakat Kampung Yelu dan Kampung Fafanlap Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Mereka juga tidak cemas akan kebutuhan pangan terutama sayuran, bumbu, buah, dan kebutuhan hidup lainnya yang tidak dapat diproduksi di kampung pulau yang terbatas lahan pertanian itu.

Kampung Yelu dan Kampung Fafanlap Misool, Kabupaten Raja Ampat, yang terkenal dengan destinasi wisata kelas dunia itu punya lahan terbatas untuk pengelolaan perkebunan guna memenuhi kebutuhan hidup.

Kedua kampung tersebut berupa pulau dengan luas terbatas serta daratan berupa batuan gamping yang sulit untuk pertanian. Namun, potensi perikanan luar biasa dan menjadi primadona ekonomi masyarakat selain sektor pariwisata.

Kendati demikian, masyarakat Kampung Yelu dan Kampung Fafanlap Misool tidak cemas akan kebutuhan pangan dan komoditas pertanian lain, sebab kedua kampung tersebut berada pada jalur pelayaran perintis yang menghubungkan Provinsi Maluku dan Provinsi Papua Barat.


Perdagangan Maluku-Papua

Pedagang asal Bula Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, memanfaatkan jalur pelayaran perintis Maluku-Papua Barat untuk berjualan komoditas pertanian dari Maluku sampai di Sorong, Provinsi Papua Barat.

Para pedagang asal Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, mengikuti pelayaran KM Fajar Mulai dari daerah dengan membawa, antara lain, bawang putih, bawang merah, cabai rawit, cabai merah, tomat, daun bawang, sayur-sayuran, dan buah-buahan untuk dijual di sepanjang perjalanan kapal sampai di Sorong.

Dengan kapal itu, Mima, pedagang komoditas pertanian asal Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, menjual sayuran dan buah-buahan hasil perkebunan keluarga sendiri ke Provinsi Papua Barat, terutama ke wilayah pulau-pulau Raja Ampat, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.

Bula merupakan wilayah pertanian, yang nyaris semua warganya memiliki lahan luas pertanian dan memproduksi tanaman pertanian sendiri, sehingga untuk menjual komoditas tersebut, mereka harus ke luar wilayah . Sebagian masyarakat Bula juga menjual hasil pertanian ke Kota Ambon.

Mima memilih menjual komoditas pertanian ke wilayah Raja Ampat dan Kota Sorong, selain banyak peminatnya, transportasi kapal perintis penghubung Maluku dan Papua Barat juga lancar dan berbiaya murah.

Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, transportasi dari Maluku ke Papua Barat lancar serta menjangkau pulau-pulau kecil terpencil menunjang perekonomian masyarakat. Kondisi tersebut memudahkan masyarakat dalam menjalankan perdagangan pertanian.

Pedagang menggunakan kapal motor itu dari Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku, menuju ke Kota Sorong, Provinsi Papua Barat, dengan membawa komoditas pertanian, hanya dengan membayar tiket Rp350.000.

Kapal itu dari Bula menuju Kota Sorong melalui dua pelabuhan di kabupaten Raja Ampat, yakni di Kampung Fafanlap dan Yelu Misool Selatan.

Saat kapal sandar lalu menurunkan penumpang di pelabuhan Kampung Fafanlap, para pedagang dari wilayah Seram Bagian Timur tersebut juga turun dari atas kapal dengan barang dagangan mereka untuk berjualan.

Setelah berjualan 1 jam di pelabuhan Kampung Fafanlap dan saat kapal tersebut akan ke kampung Yelu, para pedagang kemudian kembali ke atas kapal beserta barang dagangannya untuk melanjutkan perjalanan.

Begitu pula saat kapal itu sandar kemudian menurunkan penumpang di pelabuhan Kampung Yelu, para pedagang tersebut bergegas turun dari kapal beserta barang dagangan. Mereka segera menggelar dagangan di pelabuhan tersebut.

Setelah berlabuh selama 1 jam di pelabuhan Kampung Yelu dan kapal tersebut akan melanjutkan perjalanan menuju ke Kota Sorong, para pedagang kembali naik ke kapal dengan barang dagangan untuk melanjutkan perjalanan.

Suasana transaksi jual beli antara pedagang dan masyarakat di pelabuhan, baik Kampung Fafanlap maupun Kampung Yelu Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat, cukup ramai, mirip pasar tiban atau dadakan.

Keberadaan pasar tiban di pelabuhan tersebut memudahkan masyarakat Yelu dan Fafanlap mendapatkan kebutuhan sehari-hari, terutama bahan pangan dengan harga murah.

Sekali turun dari kapal, pedagang sayur dan buah-buahan yang menggelar lapak dadakan di Kampung Fafanlap dan Yelu Misool bisa meraih omzet penjualan Rp800.000 sampai Rp900.000.

Jika barang dagangan belum habis terjual di Misool Raja Ampat, para pedagang melanjutkan perjalanan ke Sorong. Mereka berharap dagangan ludes terjual sebelum kembali ke Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, dengan menggunakan kapal yang sama.

Perdagangan antarpulau Maluku-Papua Barat tersebut begitu membantu kehidupan masyarakat di Raja Ampat maupun Sorong dalam mendapatkan komoditas pertanian seperti cabai rawit, cabai merah, tomat, bawang merah dan bawang putih, dengan harga yang murah.

Ally, warga Kampung Fafanlap, Misool Raja Ampat, bercerita perdagangan antarapulau tersebut sangat membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidup terutama komoditas pertanian.

Selama ini masyarakat membeli kebutuhan tersebut di wilayah Kota Sorong dengan transportasi umum perintis yang sama.

Berbelanja di Kota Sorong dengan jarak tempuh satu malam perjalanan menggunakan kapal perintis  membutuhkan biaya besar. Selain harga tiket sekali jalan dari Misool ke Sorong Rp80.000, penumpang  masih mengeluarkan biaya untuk penginapan. Alhasil, mereka mengeluarkan biaya besar hanya untuk mendapatkan komoditas pertanian.

Karena itu, masyarakat Misool, Kabupaten Raja Ampat, senang ketika para pedagang dadakan yang turun dari kapal itu menggelar barang kebutuhan sehari-hari. Warga Misool memang mengandalkan sayur dan buah yang dijual pedagang asal Bula yang menaiki kapal dari Pulau Maluku-Papua Barat.

Harga komoditas pertanian yang dijual pedagang dari kapal itu memang murah. Harga cabai merah hanya Rp15.000/kg dan tomat Rp15.000/kg. Lebih dari itu, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi ke kota hanya untuk membeli cabai, tomat, atau buah.

Keberadaan pelayaran kapal perintis tersebut membuktikan telah memberi manfaat besar bagi masyarakat di pulau-pulau tersebut. Pedagang asal Bula memperoleh keuntungan, sedangkan warga bisa membeli komoditas dengan harga jauh lebih murah.

Transaksi perdagangan tersebut kelak bakal memberi efek bola salju, terus membesar. Dan, pada gilirannya mampu menggerakkan lebih kencang perekonomian antarpulau.

Pada titik inilah rembesan kesejahteraan akan menetes ke masyarakat. ***1***



 







 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022