populasi pengguna internet di Indonesia didominasi perangkat mobile dengan jumlah pengguna terbanyak anak-anak dan remaja
Jakarta (ANTARA) - Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia (RAYA Indonesia) mendorong pemerintah segera menerbitkan aturan larangan iklan rokok melalui internet.

Ketua RAYA Indonesia, Hery Chariansyah di Jakarta, Sabtu, meminta pemerintah mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Hery menjelaskan kebijakan ini bisa segera diterbitkan mengingat Kementerian Kesehatan telah menyelesaikan pembahasan revisi PP Nomor 109 Tahun 2012.

Lebih lanjut, Hery mengungkapkan berdasarkan survei RAYA menunjukkan iklan rokok yang cukup marak melalui internet memiliki risiko tinggi untuk dapat diakses atau dilihat anak-anak dan remaja.

Selain itu, Hery menilai iklan rokok pada internet tidak memiliki batasan waktu edar dan/atau tayang dan dapat disebut beredar tanpa pengawasan dan tak patuh terhadap regulasi.

"Demi hukum dan demi kepentingan terbaik bagi anak," kata Hery.

Berdasarkan survei pada April-September 2022, Hery menuturkan RAYA Indonesia menemukan sebanyak 1.299 iklan rokok melalui internet yang tersebar pada beberapa situs.

Hery menyatakan bahwa hal yang menjadi fokus pengawasan dalam bentuk iklan spanduk, iklan peralihan, iklan 'pop-up', dan tidak ada penerapan verifikasi umur untuk mengakses iklan rokok tersebut.

Selain itu, sama dengan monitoring yang dilakukan pada tahun sebelumnya, iklan rokok pada internet hanya dapat dilihat jika website diakses dengan menggunakan gawai.

Hery menegaskan temuan survei tersebut menunjukkan iklan rokok melalui internet melanggar PP Nomor 109 Tahun 2012 yang mewajibkan iklan rokok pada media teknologi informasi harus menerapkan verifikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada orang yang bukan hanya usia anak.

"Karena lemahnya Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, iklan rokok di internet melakukan pelanggaran aturan tanpa ada sanksi dan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia," ujar Hery.

Kemudian, Hery menganggap iklan rokok pada internet yang hanya ditampilkan melalui perangkat gawai menunjukkan strategi pemasaran industri rokok yang menyasar anak dan remaja.

Karena menurut Hery, populasi pengguna internet di Indonesia didominasi perangkat mobile dengan jumlah pengguna terbanyak anak-anak dan remaja.

Hasil beberapa riset, Hery menyatakan pengaturan tentang iklan rokok yang lemah berdampak terhadap peningkatan prevalensi perokok anak setiap tahun, jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Indonesia yang merencanakan penurunan prevalensi perokok anak menjadi 5,4 persen.

"Oleh karenanya, Permerintah Indonesia, harus mengambil langkah tegas melarang iklan rokok melalui internet demi melindungi anak dari zat adiktif rokok," ungkap Hery.

Ketika rokok dinyatakan sebagai produk yang bersifat adiktif sebagaimana diatur dalam Pasal 113 Ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan diperkuat oleh Putusan MK No.19/PUU-VIII/2010, maka pemerintah wajib melarang iklan dan promosi rokok sebagai upaya perlindungan anak yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia atau RAYA Indonesia organisasi masyarakat sipil yang mengupayakan kajian dan advokasi kerakyatan yang bertujuan untuk membela dan memajukan hak rakyat Indonesia dalam semangat membangun kesejahteraan.
Baca juga: Jumlah pengidap hipertensi di Jakbar meningkat akibat rokok
Baca juga: Adinkes: Seruan Gubernur Jakarta berdampak pada edukasi bahaya rokok
Baca juga: Komunitas dorong DKI segera tuntaskan Perda Kawasan Tanpa Rokok

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022