Satu nyawa pun tidak boleh hilang
Jakarta (ANTARA) - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan harus ada evaluasi terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang menewaskan 130 orang, agar kejadian seperti itu tidak terulang di stadion lainnya.

"Kita semua harus melakukan evaluasi serius, untuk memastikan agar kejadian yang menyedihkan ini tidak terulang, tidak boleh lagi terulang, jangan sampai terjadi lagi di daerah manapun," kata Riza melalui Instagram @arizapatria di Jakarta, Minggu.

Namun, Riza tidak memberikan detail evaluasi yang ia harapkan menyusul peristiwa kerusuhan setelah pertandingan klub bola, Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10) malam.

Dia menjelaskan evaluasi serius harus dilakukan apalagi menelan korban jiwa yang besar.

"Satu nyawa pun tidak boleh hilang, apalagi sebanyak ini saudara-saudara kita yang meninggal dunia. Ini jumlah korban terbesar, terbanyak sepanjang sejarah sepakbola dan olahraga di Indonesia," imbuhnya.

Ia menyesalkan timbulnya banyak korban jiwa dan ikut berduka kepada keluarga korban.

"Tidak ada pertandingan sepakbola atau pertandingan apa pun yang sebanding dengan nyawa. Peristiwa memilukan ini sangat patut kita sesalkan," ucapnya.

Sebelumnya, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam jumpa pers di Kabupaten Malang mengatakan 127 orang meninggal dunia.

"Dalam kejadian itu, telah meninggal 127 orang, dua di antaranya adalah anggota Polri," kata Nico.

Namun, Dinas Kesehatan Malang menyebutkan korban tewas bertambah menjadi 130 orang.

Nico menambahkan awalnya pertandingan di Stadion Kanjuruhan tersebut berjalan dengan lancar.

Namun, setelah permainan berakhir, sejumlah pendukung Arema FC merasa kecewa dan beberapa di antara mereka turun ke lapangan untuk mencari pemain dan ofisial.

Petugas pengamanan kemudian melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak turun ke lapangan dan mengejar pemain. Dalam prosesnya, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.

Menurutnya, penembakan gas air mata tersebut dilakukan karena para pendukung tim berjuluk Singo Edan yang tidak puas dan turun ke lapangan itu telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.

"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen," ujar Nico.
Baca juga: Ribuan polisi mengheningkan cipta di GBLA terkait tragedi Kanjuruhan
Baca juga: Jokowi minta Menkes-Khofifah beri layanan terbaik korban Kanjuruhan
Baca juga: Madura United dukung penghentian Liga terkait tragedi Kanjuruhan

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022