Ouagadougou (ANTARA) - Kapten Ibrahim Traore, yang menyatakan diri sebagai pemimpin militer Burkina Faso, telah menerima pengunduran diri Presiden Paul-Henri Damiba, kata sejumlah pemimpin agama dan masyarakat, Minggu (2/10).

Presiden Damiba, menurut para pemimpin tersebut, mundur dari jabatannya dalam upaya mencegah kekerasan berlanjut setelah kudeta terjadi pada Jumat (7/10).

Traore mengatakan ketertiban sudah dipulihkan pascaserangkaian protes terhadap kedutaan besar Prancis, juga setelah pertempuran berlangsung berhari-hari ketika kelompoknya mengudeta pemerintah.

"Kami ingin menginformasikan kepada penduduk bahwa situasi sudah dikendalikan dan ketertiban sudah pulih," kata seorang perwira militer ketika menyampaikan pernyataan melalui televisi nasional.

Traore, yang merupakan kapten Angkatan Darat, berdiri di samping perwira tersebut serta diapit oleh sejumlah tentara yang bersenjata dan mengenakan masker.

Pernyataan lainnya menyebutkan bahwa Traore akan lanjut bertindak sebagai presiden sampai presiden peralihan dari kalangan sipil atau militer ditunjuk dalam pekan-pekan mendatang.

Militer mengumumkan bahwa wilayah perbatasan udara Burkina Faso sudah dibuka kembali.

Pada Minggu, sebagian besar wilayah Ouagadougou berada dalam keadaan tenang.

Sebelumnya, berbagai titik di ibu kota Burkina Faso itu pada Sabtu (1/10) dilanda tembakan senjata api antarkelompok militer yang berlawanan.

Militer negara itu terpecah. Banyak tentara tampaknya ingin mendapat dukungan dari Rusia ketika pengaruh kekuatan kolonial Prancis di Burkina Faso menyusut.

Kelompok Traore sebelumnya meminta massa untuk menghentikan serangan ke kedubes Prancis.

Kedutaan itu dijadikan target protes setelah seorang perwira mengatakan bahwa Prancis menampung Damiba di sebuah markas militer Prancis di Burkina Faso.

Protes juga dilancarkan karena Damiba disebutkan sedang berencana melakukan serangan balasan.

"Kami mengimbau Anda untuk melanjutkan berbagai kegiatan serta jangan sampai melakukan kekerasan dan vandalisme... terutama terhadap kedutaan Prancis dan markas militer Prancis," kata perwira militer itu, yang setia kepada Traore.

Damiba sendiri juga melakukan kudeta pada awal tahun ini --terhadap pemerintahan sipil, yang kehilangan dukungan terkait peningkatan kekerasan oleh kelompok garis keras.

Kegagalan Damiba untuk menghentikan rentetan serangan oleh kelompok-kelompok itu telah meningkatkan kemarahan di jajaran angkatan bersenjata Burkina Faso, negara yang pernah menjadi wilayah protektorat Prancis.


Sumber: Reuters
Baca juga: Burkina Faso dilanda pergolakan kekuasaan
Baca juga: Serangan konvoi di Burkina Faso tewaskan 11 tentara, 50 warga hilang
Baca juga: Kelompok bersenjata tewaskan 11 tentara Burkina Faso

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022