Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik tipis di awal perdagangan Asia pada Selasa pagi, di tengah ekspektasi bahwa OPEC+ mungkin menyetujui pengurangan besar produksi minyak mentah ketika bertemu pada Rabu (5/10/2022), tetapi kekhawatiran tentang ekonomi global membatasi kenaikan.

Minyak mentah berjangka Brent terdongkrak 43 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 89,29 dolar AS per barel pada pukul 01.08 GMT, setelah melonjak lebih dari 4,0 persen di sesi sebelumnya.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 22 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 83,85 dolar AS per barel. WTI naik tajam lebih dari 5,0 persen di sesi sebelumnya, yang menandai kenaikan harian terbesar sejak Mei.

Harga minyak menguat pada Senin (3/10/2022) di tengah kekhawatiran baru tentang ketatnya pasokan. Ada ekspektasi bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal secara kolektif sebagai OPEC+, akan memangkas produksi lebih dari satu juta barel per hari (bph) pada pertemuan langsung pertama mereka sejak 2020 pada Rabu (5/10/2022).

Pemotongan sukarela oleh masing-masing anggota dapat terjadi di atas itu, menjadikannya pemotongan terbesar sejak dimulainya pandemi COVID-19, kata sumber OPEC.

"Meskipun semuanya terjadi di tengah perang di Ukraina, OPEC+ tidak pernah sekuat ini dan mereka akan melakukan apa pun untuk memastikan harga didukung di sini," kata Edward Moya, analis senior OANDA, dalam sebuah catatan.

OPEC+ telah meningkatkan produksi tahun ini setelah rekor pemotongan dilakukan pada 2020 karena penurunan permintaan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Tetapi dalam beberapa bulan terakhir, organisasi tersebut telah gagal memenuhi peningkatan produksi yang direncanakan, yang meleset pada Juli sebesar 2,9 juta barel per hari.

Pemotongan produksi yang dipertimbangkan dibenarkan oleh penurunan tajam harga minyak dari tertinggi baru-baru ini, kata Goldman Sachs, menambahkan bahwa ini memperkuat pandangan minyak bullish.

Kekhawatiran tentang ekonomi global dapat membatasi kenaikan, kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets, karena investor juga melihat untuk mengambil keuntungan dari kenaikan yang dibuat di sesi sebelumnya.

"Masih ada ketidakpastian di pasar global, seperti gejolak pasar obligasi, aksi jual aset-aset berisiko, dan dolar AS yang meroket," kata Teng.

Harga minyak telah turun selama empat bulan berturut-turut karena penguncian COVID-19 di importir minyak utama China membatasi permintaan, sementara kenaikan suku bunga dan melonjaknya dolar AS menekan pasar keuangan global. Bank-bank sentral utama telah memulai putaran kenaikan suku bunga paling agresif dalam beberapa dekade, memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

Stok minyak mentah AS diperkirakan telah meningkat sekitar 2 juta barel dalam seminggu hingga 30 September, jajak pendapat awal Reuters menunjukkan pada Senin (3/10/2022).


Baca juga: Harga minyak melonjak didorong ekspektasi pengurangan produksi OPEC+
Baca juga: Minyak siap naik mingguan ditopang dolar lemah, prospek produksi OPEC+
Baca juga: Minyak berbalik melemah saat OPEC+ pertimbangkan memangkas produksi

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022