Jakarta (ANTARA) - Vihara Tien En Tang melaporkan dugaan tindakan premanisme terhadap pengurus rumah ibadah yang terjadi pada 22 September lalu.

"Apalagi kemarin mereka melakukan masuk itu tanpa dasar eksekusi pengadilan sehingga adalah ilegal, maka saya akan melaporkan para pelaku ini" kata kuasa hukum Vihara Tien En Tang, Deolipa Yumara di Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa.

Baca juga: Vihara Toasebio Petak Sembilan resmi sebagai peninggalan sejarah

Menurut dia, tanah vihara ini merupakan tanah umat yang sudah mulai dimiliki sejak 1999 yang kemudian dibangun pengurus vihara.

Masih kata Deolipa, vihara ini telah dipergunakan untuk ibadah sejak 2002 dan telah mendapatkan persetujuan kementerian agama sebagai tempat ibadah, sehingga sebenarnya vihara telah berjalan selama 20 tahun.

Lebih lanjut dijelaskan pengurus Yayasan Metta Karuna, Maitreya Sherly, bahwa sejak 2002 hingga 2022, vihara telah menjadi tempat ibadah umat Budha, kemudian sertifikat terbit dan izin surat hibah di tahun yang sama pada 2012.

"Jadi kita punya yang aslinya" kata Maitreya.

Baca juga: Vihara Amurva Bhumi batasi kapasitas jemaat 50 persen

Akan tetapi secara tiba-tiba pada 2020 muncul sertifikat baru atas nama ahli waris pemberi hibah.

Penerbitan sertifikat baru ini terjadi setelah ahli waris pemberi hibah diduga memberi keterangan palsu kepada kepolisian dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Hal ini kemudian membuat umat yang telah memiliki surat hibah dan sertifikat sejak tahun 2012 menjadi tersangka dengan tuduhan penguasaan tanah oleh sang ahli waris.

Pihak vihara melalui kuasa hukumnya akan melakukan pelaporan atas penerobosan ilegal, perusakan dan penggandaan dokumen yang merugikan tempat ibadah tersebut.

Baca juga: Warga Jakarta Selatan diingatkan taat prokes saat rayakan Imlek

Pewarta: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022