Pada Oktober 2022, Provinsi Bali diprakirakan mengalami inflasi, namun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya
Denpasar (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali memprediksi provinsi setempat pada Oktober 2022 ini akan mengalami inflasi yang bersumber dari kenaikan harga ikan akibat tingginya curah hujan dan gelombang laut.

"Pada Oktober 2022, Provinsi Bali diprakirakan mengalami inflasi, namun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya," kata Kepala KPwBI Provinsi Bali Trisno Nugroho di Denpasar, Kamis.

Ia menyampaikan tekanan inflasi diprakirakan bersumber dari dampak lanjutan kenaikan harga BBM, kemudian kenaikan harga beras seiring dengan berakhirnya musim panen, serta kenaikan harga ikan akibat tingginya curah hujan dan gelombang laut.

Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali, pada September 2022 Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar 0,54 persen (mtm) atau 6,84 persen (yoy).

Secara bulanan inflasi Bali lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 1,17 persen (mtm), namun secara tahunan masih di atas nasional (5,95 persen yoy).

Menurut Trisno, inflasi bulanan Provinsi Bali yang lebih rendah dari nasional tersebut tidak terlepas dari upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali untuk mendorong penurunan harga kelompok volatile foods (terutama komoditas hortikultura), serta efek ikutan terhadap harga komoditas kelompok core inflation.

Secara rinci, pada September 2022 kelompok administered price (AP) mengalami lonjakan inflasi sebesar 6,88 persen (mtm), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 0,31 persen (mtm).

Tekanan inflasi bersumber dari kenaikan harga BBM non subsidi per 3 September 2022, kemudian kenaikan tarif angkutan antar kota, bahan bakar rumah tangga, rokok kretek filter, dan rokok putih.

Sementara itu, kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -3,33 persen (mtm), lebih tinggi dibandingkan deflasi pada bulan sebelumnya sebesar -3,74 persen (mtm).

Deflasi volatile food terutama didorong oleh penurunan harga bawang merah, tomat, dan cabai merah seiring dengan masih berlangsungnya musim panen di sentra produksi (Kabupaten Bangli).

Selain itu, deflasi juga bersumber dari penurunan harga minyak goreng seiring dengan tren penurunan harga CPO global dan penurunan harga daging ayam ras akibat tingginya impor Day Old Chicken (DOC) beberapa bulan yang lalu.

Namun demikian, laju deflasi kelompok volatile foods tertahan oleh kenaikan harga beras akibat berakhirnya musim panen dan curah hujan yang tinggi.

Trisno menambahkan, TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali senantiasa melakukan koordinasi untuk melakukan pemantauan harga dan pasokan, dan penyelenggaraan operasi pasar secara intensif.

"Selain itu, peningkatan Kerja sama Antar Daerah (KAD) untuk memenuhi pasokan, dan penambahan anggaran dari Biaya Tak Terduga (BTT) APBD untuk program pengendalian inflasi di Provinsi Bali," ujarnya.

Baca juga: BI bagikan 70.000 bibit cabai di Bali

Baca juga: BI prediksi pertumbuhan ekonomi Bali 2022 dalam rentang 3,8-4,6 persen

Baca juga: BI Bali perluas program SIAP QRIS di empat pusat perbelanjaan

 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022