Sydney (ANTARA) - Nilai tukar dolar AS terhuyung-huyung di sesi Asia yang bergejolak pada Kamis sore, karena investor melihat ke depan untuk data tenaga kerja dan inflasi AS di mana pelemahan mungkin menandakan perlambatan dalam kenaikan suku bunga bisa terjadi.

Setelah melonjak pada Rabu (5/10/2022), greenback kesulitan untuk mempertahankan kenaikannya dan turun 0,4 persen menjadi 0,9922 dolar AS terhadap euro dan melemah 0,3 persen terhadap sterling.

Dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko naik lebih dari 0,5 persen, untuk mengangkat Aussie lebih dari 0,65 dolar AS dan kiwi ke level tertinggi dua minggu di atas 0,58 dolar AS.

Data pekerjaan AS akan dirilis pada Jumat (7/10/2022) dan angka inflasi minggu depan. Pejabat Federal Reserve telah berulang kali menekankan bahwa mereka akan menaikkan dan mempertahankan suku bunga tinggi sampai inflasi mereda, dan pasar memperkirakan kenaikan tajam 75 basis poin bulan depan.

Namun, kenaikan tak terduga 25 basis poin di Australia minggu ini meningkatkan harapan bank sentral lain dapat segera meredam pengetatan mereka juga.

"Orang-orang agak mengantisipasi The Fed bisa melakukan hal yang sama, tapi jelas The Fed menolak ide ini," kata analis Bank of Singapore Moh Siong Sim.

"Ini sedikit penyesuaian posisi daripada penilaian ulang fundamental yang besar," katanya. "Itu benar-benar tergantung pada data (dan) petunjuk apa pun bahwa segala sesuatunya mungkin melambat di AS - pasar akan mengikutinya."

Tidak ada data atau petunjuk dari The Fed yang terlihat pada Rabu (5/10/2022), ketika dolar terangkat tajam.

Industri jasa-jasa AS membukukan ekspansi satu bulan lagi pada September, sementara angka pasar tenaga kerja solid dan defisit perdagangan menyempit.

Presiden Fed San Francisco Mary Daly menegaskan kembali fokus pembuat kebijakan pada memerangi inflasi dan menepis harapan pasar untuk penurunan suku bunga pada 2023.

"Saya pikir itu hanya mengingatkan orang bahwa Anda mungkin agak terlalu dini dalam mencoba menilai penurunan suku bunga di AS," kata ahli strategi mata uang Westpac, Imre Speizer.

Suku bunga berjangka menyiratkan lebih dari 130 basis poin pengetatan ke depan untuk The Fed sebelum pertengahan tahun depan.

Indeks dolar AS terhuyung-huyung 0,08 persen lebih rendah menjadi 110,84, dari posisi terendah di dekat 110 dari awal pekan ini, meskipun agak jauh di bawah tertinggi 20 tahun minggu lalu di 114,78.

Sterling terakhir dibeli 1,1351 dolar, sementara dolar Australia naik 0,6 persen menjadi 0,6528 dolar AS. Dolar Selandia Baru mendapat dorongan tambahan dari kenaikan suku bunga bank sentral yang kuat pada Rabu (5/10/2022), mencapai puncak dua minggu di 0,5810 dolar.

Yen, yang telah bertahan stabil oleh risiko intervensi Jepang lebih lanjut, duduk di 144,51 per dolar.

Kartel produsen minyak yang dipimpin Arab Saudi sepakat untuk memangkas produksi secara tajam pada Rabu (5/10/2022), mengangkat minyak mentah berjangka Brent ke level tertinggi tiga minggu di 93,99 dolar AS per barel.

Analis mengatakan harga yang lebih tinggi mungkin akan mengurangi kemungkinan penurunan suku bunga dalam waktu dekat dan memukul paling keras untuk Eropa dan Inggris.

"Harga energi yang lebih tinggi akan memiliki dampak yang jauh lebih langsung pada kawasan Eropa mengingat hubungan yang lebih langsung dengan keuangan mereka," kata ahli strategi NatWest Markets, Jan Nevruzi.

Kemudian pada Kamis Bank Sentral Eropa (ECB) akan merilis risalah dari pertemuan kebijakan bulan lalu.


Baca juga: Dolar menguat di Asia, pasar bertaruh Fed lanjukan kebijakan agresif
Baca juga: Dolar menguat, investor perkirakan sikap Fed kemungkinan tidak berubah
Baca juga: Dolar lanjutkan penurunan karena pedagang melihat puncak suku bunga

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022