Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa kepatuhan remaja putri di Indonesia untuk meminum tablet tambah darah (TTD) sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya stunting pada anak masih rendah.

“Kita harus mengambil waktu tiga bulan karena banyak sekali remaja putri yang anemia. Angka anemia kita masih tinggi 37 persen,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Halaqoh Nasional yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Hasto menyebutkan persentase remaja putri yang telah memperoleh tablet tambah darah dari pemerintah di seluruh sekolah Indonesia sebenarnya sudah mencapai 76,2 persen. Sedangkan 23,8 persen remaja putri belum mendapatkan tablet tersebut.

Dalam data BKKBN yang dipaparkannya, dari 76,2 persen remaja putri yang memperoleh tablet tambah darah lebih dari 52 butir ada sebanyak 60,96 persen.

Baca juga: BKKBN: Angka anemia tinggi berpotensi lahirkan anak stunting

Namun dari 60,96 persen itu, jumlah remaja putri yang mendapatkan dan mengkonsumsi secara rutin tablet tambah darah lebih dari 52 butir hanya ada 0,9 persen.

Rendahnya angka kepatuhan tersebut mendasari BKKBN untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kepada calon pengantin tiga bulan sebelum menikah. Sedangkan hal lain yang memicu pemeriksaan tersebut adalah sebanyak 36 persen ibu di Indonesia menderita kekurangan energi kronis.

“Maka akan diatasi dulu sebelum sampai ke pernikahan. Insya Allah anemia bisa diatasi terlebih dahulu, sehingga pada saat bulan madu akan menghasilkan kondisi yang sehat,” katanya.

Hasto menjelaskan bahwa anemia merupakan kondisi tubuh kekurangan gizi, asupan asam folat, dan vitamin D. Pada perempuan, anemia berbahaya membuat plasenta bayi pada masa kehamilan cenderung tipis dan gizi bayi dalam kandungan mengalami kekurangan hingga berpotensi lahir stunting.

“BKKBN selalu kampanye jangan terlalu muda kurang dari 20 tahun sudah hamil, jangan terlalu tua lebih dari 35 tahun masih ingin hamil, jangan terlalu sering dalam hal ini hamil berkali-kali dan juga jangan terlalu banyak tentu sesuai dengan kondisi kesehatannya,” ujar Hasto.

Baca juga: BKKBN: Pemahaman gaya hidup yang salah sebabkan remaja putri anemia

Sedangkan pada data milik Kementerian Kesehatan, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang menyebutkan dari 106.406 remaja putri yang diskrining anemia, 15.040 di antaranya telah terkena anemia.

Hasil tersebut, menurut dia, memberikan gambaran jelas bahwa situasi gizi anak bangsa masih belum bisa dikatakan bagus.

Maria mengatakan bahwa salah satu upaya yang dilakukan pihaknya adalah memberikan tablet tambah darah. Namun, para siswa hanya membawanya pulang dan meletakkannya di kulkas.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan mengubah pendekatan dengan strategi bernama “Aksi Bergizi” yang saat ini sudah berjalan di SMP, SMA, pesantren dan sederajatnya yang tersebar di 12 provinsi prioritas percepatan penurunan angka prevalensi stunting.

Baca juga: BKKBN ingin tekan angka anemia pada ibu hamil lewat Elsimil

“Aksi Bergizi ini satu minggu sekali pada saat senam ada yang hari Senin kalau di Aceh dan Jumat di Banten. Dilanjutkan dengan sarapan bersama dan edukasi gizi, terakhir minum TTD bersama,” ucap Maria.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022