Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan Irfan Kurnia Saleh ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Irfan merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG), terdakwa dalam perkara dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI AU pada tahun 2016—2017.

"Hari ini jaksa Yoga Pratomo telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan dengan terdakwa Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.

Saat ini, kata Ali, status penahanan terdakwa Irfan menjadi wewenang sepenuhnya dari pengadilan tipikor.

"Untuk agenda sidang pertama dengan pembacaan surat dakwaan, tim jaksa masih menunggu terbitnya penetapan penunjukan majelis hakim dan penetapan hari sidang perdana dimaksud," ucap Ali.

KPK telah menahan Irfan pada tanggal 24 Mei 2022 usai ditetapkan sebagai tersangka pada bulan Juni 2017.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa pada bulan Mei 2015 Irfan bersama Lorenzo Pariani (LP), sebagai salah satu pegawai perusahaan AW, menemui Mohammad Syafei (MS) yang saat itu masih menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf TNI AU dengan pangkat marsekal muda TNI (bintang dua) di Markas Besar TNI AU di Cilangkap, Jakarta Timur.

Dalam pertemuan itu, terdapat pembahasan, di antaranya terkait dengan pengadaan helikopter AW-101 dengan konfigurasi VIP/VVIP TNI AU. Di lingkungan TNI AU, hanya ada satu skuadron udara yang memiliki armada dalam konfigurasi VIP/VVIP, yaitu Skuadron Udara 17 VVIP, kemudian organnya dimekarkan menjadi Skuadron Udara 45 VVIP (khusus helikopter angkut kepresidenan).

Baca juga: KPK serahkan berkas tersangka korupsi helikopter AW-101 ke kejaksaan
Baca juga: KPK kembali panggil mantan Kasau Agus Supriatna pada Kamis


Irfan yang juga menjadi salah satu agen AW diduga selanjutnya memberikan proposal harga kepada MS dengan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS. Harga pembelian yang disepakati Irfan dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai 39,3 juta dolar AS (ekuivalen dengan Rp514,5 miliar).

Selanjutnya pada bulan November 2015, panitia pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek.

Hal itu tertunda karena adanya arahan pemerintah untuk menunda pengadaan ini karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung.

Pada tahun 2016, pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus, yang hanya diikuti dua perusahaan.

Dalam tahapan lelang itu, KPK menduga panitia lelang tetap melibatkan dan mempercayakan Irfan dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri (HPS) kontrak pekerjaan. Adapun harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran pada tahun 2015, yakni senilai 56,4 juta dolar AS, dan disetujui pejabat pembuat komitmen (PPK).

Irfan juga diduga aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy (FA) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).

Terkait dengan persyaratan lelang yang hanya mengikutkan dua perusahaan, diduga Irfan menyiapkan dan mengondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang dan disetujui PPK.

Untuk pembayaran yang diterima Irfan diduga telah 100 persen. Adapun faktanya ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak, di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

KPK menduga akibat perbuatan tersangka Irfan mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738,9 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022