Jakarta (ANTARA News) - Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCAP) menyatakan dukungannya atas semua perjanjian bilateral ataupun regional yang bertujuan melindungi dan mempromosikan hak dan kesejahteraan pekerja migran, terutama perempuan pekerja migran. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Sekertaris Eksekutif UNESCAP dalam pertemuan sampingan (side event) Sidang ke-62 UNESCAP di Jakarta, Rabu, yang membahas mengenai migrasi internasional dari perspektif gender. "Dalam tataran praktik, kita harus meningkatkan pemahaman para pekerja migran tersebut atas hak-hak mereka selain membekali mereka dengan keterampilan dan kemampuan bahasa," ujarnya. Masyarakat internasional, kata dia, hendaknya memberikan jaminan, agar pekerja migran memperoleh perlindungan yang mereka perlukan dan butuhkan. "Terutama, para perempuan pekerja migran yang acapkali mengalami pelecehan dan eksploitasi dari orang-orang yang mengambil keuntungan atas kerentanan mereka sebagai pekerja migran dan sebagai perempuan," ujarnya. Lebih lanjut, dia mengatakan, pemerintah pada negara asal para pekerja tersebut hendaknya juga menyediakan sebuah program yang memungkinkan para pekerja migran untuk menginvestasikan uang hasil kerja mereka secara produktif, karena selama ini sebagian besar penghasilan para pekerja migran hanya digunakan untuk keperluan konsumsi oleh keluarganya. "Kita juga harus memperkuat kapasitas dari pemerintah lokal untuk memformulasikan dan menerapkan kebijakan yang berperspektif gender. Negara-negara ESCAP hendaknya juga dapat saling berbagi pengalaman," katanya. Dia juga mengatakan bahwa negara-negara Asia Pasifik hendaknya memperkuat komitmennya atas Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Pada Perempuan, Deklarasi Beijing dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). "Komitmen-komitmen itu membentuk dasar dari pemberdayaan perempuan dan pencapaian persamaan gender," ujarnya. Upaya untuk mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan, lanjut dia, adalah salah satu elemen utama dari MDGs. Penggunaan perspektif gender dalam setiap kebijakan, kata dia, dapat mencegah dampak globalisasi yang merugikan wanita dan menghapus kekerasan kepada perempuan. UNESCAP menganggap isu mengenai pekerja migran merupakan salah satu hal penting untuk dibahas karena baik negara pengirim maupun penerima sama-sama diuntungkan secara ekonomi oleh hadirnya pekerja migran sehingga sudah sepantasnya para pekerja migran memperoleh perhatian. "Negara pengirim memperoleh keuntungan dengan jumlah uang yang dikirimkan para pekerja migran itu ke keluarganya secara rutin sedangkan negara penerima memperoleh keuntungan karena para pekerja migran dapat menyelesaikan masalah tenaga kerja mereka," ujarnya. Sementara itu, Indonesia tercatat menjadi salah satu negara asal pekerja migran yang jumlahnya cukup besar sebagai akibat dari tingkat kemiskinan dan pengangguran, serta tidak adanya prospek bekerja berpenghasilan cukup di dalam negeri. Tujuan para pekerja migran asal Indonesia pada umumnya adalah negara-negara Timur Tengah dan Asia Pasifik. Jumlah penempatan pekerja migran Indonesia mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir yaitu 293.694 orang (2003), 363.875 orang (2004) dan 484.222 orang (2005). Sejumlah permasalahan yang sering dialami oleh pekerja migran Indonesia adalah majikan bermasalah --3.847 kasus (2005) --, gaji tidak dibayar --1.866 kasus (2005) --, pekerjaan tidak sesuai -- 2.095 kasus (2005) --, pelecehan seksual -- 1.314 kasus (2005) dan penganiayaan sebanyak 1.372 kasus pada 2005. Dalam tiga tahun terakhir Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Malaysia dan Hongkong menjadi negara penempatan pekerja migran Indonesia yang mengalami banyak kasus. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006