Faktor-faktor yang menekan rupiah masih sama seperti kemarin yaitu ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif hingga akhir tahun ini karena bank sentral AS lebih memprioritaskan pengendalian inflasi dibandingkan pertumbuhan ekonomi
Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi melemah, masih tertekan ekspektasi pengetatan moneter yang agresif oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).

Rupiah pagi ini melemah 13 poin atau 0,08 persen ke posisi Rp15.331 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.318 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Selasa, mengatakan rupiah masih berpeluang tertekan hari ini terhadap dolar AS.

"Faktor-faktor yang menekan rupiah masih sama seperti kemarin yaitu ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif hingga akhir tahun ini karena bank sentral AS lebih memprioritaskan pengendalian inflasi dibandingkan pertumbuhan ekonomi," ujar Ariston.

Menurut Ariston, pengetatan moneter The Fed menyebabkan selisih atau spread tingkat imbal hasil antara aset rupiah dan aset dolar AS menipis sehingga memberikan tekanan ke rupiah.

Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS terutama tenor 10 tahun yang kembali naik mendekati angka 4 persen mengindikasikan ekspektasi pasar yang masih besar terhadap kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif.

"Selain itu, bayang-bayang resesi global mendorong pelaku pasar mengalihkan sebagian asetnya ke aset aman di dolar AS," kata Ariston.

Dolar AS menguat karena investor memperkirakan data inflasi pekan ini kemungkinan akan menunjukkan bahwa tekanan harga tetap tinggi di ekonomi terbesar dunia itu.

Data AS yang akan dirilis pada Kamis (13/10) diperkirakan menunjukkan bahwa inflasi akan mencapai 8,1 persen (yoy) September, turun dari 8,3 persen (yoy) pada Agustus. Sedangkan inflasi inti diperkirakan meningkat menjadi 6,5 persen (yoy) dari bulan sebelumnya 6,3 persen (yoy).

Presiden Fed Chicago Charles Evans mengatakan inflasi jauh lebih persisten daripada yang diperkirakan oleh bank sentral AS. Namun dia mencatat bahwa The Fed mungkin masih dapat menurunkan inflasi tanpa kenaikan tajam dalam pengangguran dan tanpa mendorong ekonomi ke dalam resesi.

Data AS Jumat (7/10) menunjukkan bahwa pengangguran secara tak terduga turun dan ekonomi menambahkan lebih banyak pekerjaan daripada yang diperkirakan pada September.

Hal itu mendorong imbal hasil obligasi karena para pedagang meningkatkan taruhan mereka bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada November keempat kalinya berturut-turut.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak di kisaran level Rp15.280 per dolar AS hingga Rp15.350 per dolar AS.

Pada Senin (10/10), rupiah ditutup melemah 67 poin atau 0,44 persen ke posisi Rp15.318 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.251 per dolar AS.
 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022