Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan selama 40 hari ke depan terhadap tersangka Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD) dan kawan-kawan.

SD merupakan tersangka dugaan suap terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

"Proses pengumpulan alat bukti yang saat ini masih terus dilakukan, Tim Penyidik KPK memperpanjang masa penahanan tersangka SD dan kawan-kawan untuk masing-masing selama 40 hari ke depan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.

Adapun masa penahanan terhitung mulai 13 Oktober 2022 sampai dengan 21 November 2022.

Selain SD, terdapat tujuh tersangka lain yang diperpanjang penahanannya, yakni Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH) serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB) serta Yosep Parera (YP), dan Eko Suparno (ES) masing-masing selaku pengacara.

Saat ini, SD ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, ETP dan DY ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK.

Baca juga: KPK panggil Hakim Agung Gazalba Saleh dan Sekretaris MA
Baca juga: KPK konfirmasi asisten hakim agung soal proses pengajuan perkara di MA


Kemudian, MH, YP, dan ES ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat serta AB dan NA ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur.

KPK total menetapkan 10 tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima, yakni SD, ETP, DY, MH, NA, dan AB.

Sementara, sebagai pemberi, yaitu YP dan ES serta dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Sebagai penerima, tersangka SD, DY, ETP, MH, NA, dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pemberi, tersangka HT, YP, ES, dan IDKS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022