Gianyar (ANTARA) - Desa Keliki, Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali. menyita perhatian banyak kalangan. Di tengah desa wisata ini telah berdiri sebuah Tempat Pengolahan Sampah berpola Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) yang juga difasilitasi dengan panel surya.  Desa ini menjadi tempat kunjungan delegasi  Energy Transition Working Group (ETWG) G20.  

Seluruh mesin untuk mendukung operasional TPS3R Desa Keliki  dipenuhi dari energi tenaga surya.  Di tempat ini terpasang 20 unit panel surya pada atap bangunan. Dalam bangunan terbuka, berisi dua mesin pemecah sampah, satu mesin pengayak dan satu mesin pres sampah. Dengan fasilitas tersebut Desa Keliki  kini dijuluki Desa Energi Berdikari.

"Di TPS3R fungsi panel surya adalah  untuk menggerakkan mesin, yakni  mesin yang untuk pemotong rumput,  untuk mengumpulkan timbunan pupuk organik, kemudian ada mesin pengepres plastik," kata Perbekel Keliki, I Ketut Wita.

Ketut Wita menuturkan bahwa jauh sebelum panel surya dipasang, tempat pengolahan sampah ini ditolak warga karena khawatir menimbulkan aroma tak sedap. Namun, dengan pengolahan yang tepat sejak April 2022, TPS3R berjalan lancar.

Selama empat bulan pertama berjalan, TPS3R Desa Keliki sepenuhnya memanfaatkan listrik PLN. Tapi, setelah PT Pertamina (Persero) membina dan memberikan fasilitas unit panel surya, biaya kelistrikan dapat ditekan.

Seluruh proses yang berlangsung di TPS3R dijalankan oleh enam orang pekerja yang merupakan warga Desa Keliki. Di sana, mereka mengambil sampah dari warga untuk kemudian diolah menjadi pupuk organik.

Sampah yang  terkumpul, dipilah antara sampah organik, sampah plastik, residu, Sampah tersebut kemudian dikumpulkan dan ditimbang, diolah, dipecah, dikecilkan. 

Pupuk organik yang dihasilkan oleh TPS3R berpanel surya itu kini sangat bermanfaat bagi warga. Tidak  ada lagi penentangan, karena 75 persen penduduk desa merupakan petani yang membutuhkan pupuk dengan harga terjangkau. Harga pupuk Rp1.000 per kilogram.

Dengan harga pupuk terjangkau,  petani dapat menghasilkan produk pertanian secara baik dan dapat mendukung program ketahanan pangan. Para petani sangat antusias dan ingin pertaniannya berbasis organik.

Untuk menjalankan visi misi desa aman, sehat, lestari dan indah, aparat Desa Keliki mengajak seluruh warganya berpartisipasi dengan melakukan pemilahan sampah dari rumah. Sampah kemudian diambil setiap tiga hari di tujuh banjar (dusun). Tak ada kendala selama TPS3R beroperasi.  Residu yang tak dapat diolah, dibawa ke TPA Temesi.


Kunjungan delegasi G20

Selain TPS3R berpanel surya yang dikunjungi delegasi forum ETWG G20 di Bali, lokasi subak juga menjadi perhatian. Pasalnya, unit pembangkit listrik dengan energi bersih itu dipasangkan pula di sana.

Terdapat tujuh titik sawah warga yang dipasangi panel surya oleh PT Pertamina. Masing-masing titik mendapat beberapa unit dari  total 60 unit yang tersebar di Desa Wisata Keliki.

Panorama  persawahan mengelilingi Desa Keliki.  Sebelum terpasang panel surya, para petani di Desa Keliki harus antre dan menunggu untuk mendapatkan pengairan sawahnya. Dengan demikian, proses panen tak berjalan bersamaan, melainkan bergantian hingga masa panen bisa mencapai tiga bulan lamanya.

Beberapa tahun silam, petani di Desa Keliki, mengandalkan pengairan sawahnya pada air yang mengalir melewati terasiring sawah. Sehingga kalau musim kemarau akan kekeringan, jika banyak air, maka berpotensi meluap.

Berkat sistem pompa tenaga surya, kini debit air di irigasi sawah di desa tersebut terjaga. Bahkan, air yang melimpah pun mengalir ke pemukiman, untuk mencukupi kebutuhan warga.

Bahkan, tenaga surga tidak hanya untuk pompa air sehingga meminimalisasi antrean, tapi juga sebagai  sumber listrik baru yang digunakan untuk penerangan di sekitar sawah,  maupun di jalan yang harus dilewati tapi cukup gelap apabila ingin memasuki area subak.

Terkait kunjungan delegasi G20, Ketut Wita selaku perbekel mengaku senang karena para delegasi menyatakan kekaguman terhadap Keliki. Respons positif dari delegasi terhadap desa yang dikelilingi. Pertanian yang sedang hijau, juga  diwarnai upacara yang mengiringinya. Para delegasi terlihat sangat menikmati.
 
Subak Lauh Batu salah satu sawah di Desa Keliki, Tegallalang, Gianyar, Bali, yang dikunjungi delegasi forum ETWG G20 karena pengairannya menggunakan tenaga listrik dari panel surya


Delegasi negara-negara G20 itu menyaksikan panel surya yang membentang di antara hijau padi di desa tersebut.  Desa Keliki yang berada di Ubud, Bali, dipilih menjadi tujuan studi ekskursi Energy Transition Working Group (ETWG) G20.

Desa Keliki dinilai menarik perhatian untuk menjadi salah satu lokasi kunjungan delegasi G20 karena dinilai mampu mengelola kebersihan lingkungan melalui TPS3R, terfasilitasi energi terbarukan energi surya, dan juga panoramanya indah.

Prinsip Tri Hita Karana yang menjabarkan hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam menjadi acuan Desa Keliki untuk menjaga lingkungan tetap bersih sebagai pengamalannya.

Meski Desa Keliki telah menyandang sebagai desa wisata, tapi  hingga saat ini belum ada retribusi yang diambil dari setiap kunjungan. Desa ini sejak lama dikunjungi wisatawan, terutama pengunjung Ubud yang ingin menjelajah lebih jauh ke Keliki.

Selain hamparan sawah, desa kunjungan delegasi pertemuan G20 ini juga terkenal dengan objek wisata bernama Bukit Cinta. Tempat ini juga memiliki usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang diramaikan oleh seniman-seniman lukis.

Desa Keliki, Tegallalang,  kini terus berbenah untuk bisa menjadi desa kunjungan wisata unggulan dengan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki. Kunjungan delegasi ETWG G20, diharapkan menjadi pemantik bagi tumbuhnya pariwisata setempat, dan Bali.





 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022