Houston (ANTARA) - Harga minyak turun tipis pada akhir perdagangan yang bergejolak Senin (Selasa pagi WIB), karena kekhawatiran bahwa inflasi dan biaya energi yang tinggi dapat menyeret ekonomi global ke dalam resesi mengimbangi kelanjutan kebijakan moneter longgar China.

Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember melemah satu sen atau 0,01 persen, menjadi ditutup pada 91,62 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah mencatat penurunan 6,4 persen minggu lalu.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November merosot 15 sen atau 0,2 persen, menjadi menetap di 85,46 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah menderita penurunan 7,6 persen minggu lalu.

"Inflasi AS tetap menjadi topik utama dan dengan The Fed akan menaikkan suku setidaknya hingga tahun depan, ada kekhawatiran bahwa kehancuran permintaan akan meningkat," kata Wakil Presiden Senior Perdagangan BOK Financial, Dennis Kissler.

Baca juga: Harga minyak naik di Asia, terkerek harapan pemulihan permintaan China

Bank sentral China memperpanjang pinjaman kebijakan jangka menengah yang jatuh tempo pada Senin (17/10/2022) sambil mempertahankan suku bunga utamanya tidak berubah untuk bulan kedua, dalam sinyal bahwa kebijakan moneter longgar akan dipertahankan.

Beijing juga akan sangat meningkatkan kapasitas pasokan energi domestik dan meningkatkan pengendalian risiko pada komoditas-komoditas utama termasuk batu bara, minyak, gas, dan listrik, kata seorang pejabat senior Badan Energi Nasional, Senin (17/10/2022).

China akan lebih meningkatkan kapasitas cadangan untuk komoditas-komoditas utama, kata pejabat negara lain pada konferensi pers di Beijing.

Perdagangan China dan data PDB kuartal ketiga, bersama dengan data aktivitas September, akan dirilis pada Selasa, dengan pertumbuhan kuartalan mungkin rebound dari kuartal sebelumnya tetapi pertumbuhan tahunan mengancam menjadi yang terburuk di China dalam hampir setengah abad.

Sementara itu dolar AS yang kuat dan kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh Federal Reserve membantu menahan kenaikan harga.

Presiden The Fed St Louis James Bullard pada Jumat (14/10/2022) mengatakan inflasi telah menjadi "merusak" dan sulit untuk ditahan, menjamin kelanjutan kebijakan agresif melalui peningkatan suku bunga yang lebih besar dari tiga perempat poin persentase.

Baca juga: Harga emas naik 15,10 dolar, ditopang dolar yang lebih lemah

Inflasi di Amerika Serikat tetap membandel dan pertumbuhan di negara-negara Uni Eropa diperkirakan akan melemah menjadi 0,5 persen, pejabat Dana Moneter Internasional (IMF) Gita Gopinath mengatakan pada Senin (17/10/2022).

"Sudah beberapa minggu bergejolak di pasar minyak dari kekhawatiran pertumbuhan global hingga pengurangan produksi OPEC+ berukuran super dan tampaknya mereka belum sepenuhnya tenang," kata Analis Pasar Senior OANDA, Craig Erlam.

"Brent telah melihat posisi terendah 82 dolar AS dan tertinggi 98 dolar AS, jadi mungkin apa yang kita lihat sekarang adalah menemukan kakinya di suatu tempat di tengah."

Pasokan minyak kemungkinan akan tetap ketat setelah OPEC dan sekutunya termasuk Rusia berjanji pada 5 Oktober untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari, sementara perang kata-kata antara pemimpin de facto OPEC Arab Saudi dan Amerika Serikat dapat menandakan lebih banyak volatilitas.

Pemotongan produksi OPEC+ menarik dana kembali ke pasar minyak, dengan berlanjutnya pembelian besar-besaran minyak mentah berjangka dan opsi untuk minggu kedua berturut-turut.

Meringankan krisis pasokan, produksi minyak di Permian di Texas dan New Mexico, cekungan minyak serpih terbesar AS, akan naik sekitar 50.000 barel per hari (bph) ke rekor 5,453 juta barel per hari pada November, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam laporan produktivitasnya pada Senin (17/10/2022).

Baca juga: SKK Migas antisipasi ancaman krisis ekonomi tahun depan

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022