Ekspektasi inflasi Consensus Forecast terlalu tinggi atau overshoioting, yakni sebesar 6,6 persen (yoy) sampai 6,7 persen (yoy)
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi pada tahun 2022 akan mencapai 6,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) atau lebih rendah dari ekspektasi inflasi oleh konsensus.

"Ekspektasi inflasi Consensus Forecast terlalu tinggi atau overshoioting, yakni sebesar 6,6 persen (yoy) sampai 6,7 persen (yoy)," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Oktober 2022 dengan Cakupan Triwulanan yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.

Ia menyebutkan perkiraan yang lebih rendah tersebut berkat kuatnya koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama dengan kebijakan fiskal berupa tambahan subsidi energi, serta pemberian insentif bagi pemerintah daerah yang mampu mengendalikan inflasi.

Sinergi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BI beserta kantor perwakilan di daerah juga sangat baik melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), khususnya dalam melalui peningkatan nilai tambah Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Adapun untuk Oktober 2022, ia memperkirakan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) akan mencapai 5,88 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan September 2022 sebesar 5,95 persen (yoy).

Baca juga: BI perkirakan inflasi mencapai 0,05 persen pada Oktober 2022

Realisasi inflasi pada bulan lalu lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sejalan dengan dampak penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap kenaikan inflasi kelompok pangan bergejolak alias volatile food dan inflasi kelompok harga diatur pemerintah atau administered prices yang tidak sebesar perkiraan awal.

Kendati begitu, kata Perry Warjiyo, angka inflasi September 2022 lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,69 persen (yoy), didorong oleh penyesuaian harga BBM.

"Inflasi volatile food terkendali sebesar 9,02 persen (yoy) sejalan dengan sinergi dan koordinasi kebijakan yang erat melalui TPIP dan TPID dan GNPIP dalam mendorong ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, kestabilan harga, dan komunikasi efektif," tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, kenaikan inflasi administered prices juga tidak setinggi yang diperkirakan yaitu 13,28 persen (yoy) sejalan dengan penyesuaian harga BBM dan tarif angkutan yang lebih rendah.

Inflasi inti pun tetap terjaga rendah sebesar 3,21 persen (yoy) sejalan dengan lebih rendahnya dampak rambatan dari penyesuaian harga BBM dan belum kuatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.

Baca juga: BI proyeksi inflasi inti capai 4,15 persen pada 2022 akibat harga BBM

 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022