Secara logika, perusahaan akan meningkatkan investasinya di negara-negara dengan ketersediaan dan akses kepada energi hijau,
Jakarta (ANTARA) - Ketua Kadin Net Zero Hub Muhammad Yusrizki mengatakan pelaksanaan dekarbonisasi industri dapat mencegah terjadinya krisis iklim menjadi krisis ekonomi nasional.

Yusrizki dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, mengapresiasi kolaborasi 50 perusahaan dengan Kadin pada pertengahan Oktober lalu yang menjadi titik awal gerakan dekarbonisasi serta menggambarkan geliat sektor swasta dalam mengurangi emisi karbon.

Menurut dia, inisiatif kolaborasi tersebut muncul mengingat selama ini belum ada urgensi menurunkan emisi karbon di sektor industri di kalangan pemangku kepentingan bisnis.

“Proses dekarbonisasi memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan oleh perusahaan dengan skala apapun, bahkan perusahaan berskala multinasional juga memiliki tantangannya tersendiri dalam proses transisi," katanya.

Selain itu, ujar dia, banyak perusahaan yang sebetulnya ingin melakukan dekarbonisasi industri belum memperoleh informasi yang memadai serta pengetahuan terkait proses transisi energi dan akses kepada energi bersih.
Baca juga: Dekarbonisasi industri percepat Indonesia wujudkan target NDC

"Yang belum banyak disadari oleh stakeholder (pemangku kepentingan) bisnis nasional adalah perubahan tatanan bisnis dan investasi global (terkait dekarbonisasi) yang akan sangat berdampak kepada pelaku usaha dalam negeri," kata Yusrizki.

Saat ini, berbagai investor mulai menetapkan persyaratan baru dalam pengambilan keputusan investasi, misalnya akses kepada energi bersih, kadar emisi dalam jaringan kelistrikan nasional, dan poin-poin terkait mitigasi bencana alam.

"Singkatnya, investor dan perusahaan multi nasional tidak mau berinvestasi di negara-negara dengan emisi karbon yang tinggi. Ini akan sangat mempengaruhi FDI ke Indonesia, baik investasi baru maupun investasi yang saat ini masih berjalan," katanya.

Saat ini, sebanyak 370 perusahaan multinasional bergabung dalam inisiatif global RE100 dengan komitmen menggunakan energi terbarukan secara bertahap, yaitu 60 persen di tahun 2023, 90 persen di tahun 2040, dan 100 persen di tahun 2060.

Namun, menurut data ASEAN Power Updates pada 2021, Indonesia masih tertinggal dalam penyediaan energi terbarukan di Asia Tenggara yaitu pada angka 14,8 persen, bandingkan dengan kapasitas di Vietnam, Kamboja dan Thailand masing-masing sebesar 55,8 persen, 54,8 persen dan 30,3 persen.
Baca juga: Laporan Irena-ESDM paparkan potensi pemanfaatan energi terbarukan

"Secara logika, perusahaan akan meningkatkan investasinya di negara-negara dengan ketersediaan dan akses kepada energi hijau, dan akan meninggalkan negara-negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi bersih," kata Yusrizki.

Sebelumnya, dalam soft-launch Kadin Net Zero Hub Indonesia terdapat perusahaan yang siap merealisasikan komitmen dekarbonisasi Industri melalui Industri Pledge yang terdiri dari Kadin NZH signatories seperti PT Tira Austenite Tbk, PT Red Planet Indonesia Tbk dan PT Samora Usaha Makmur.

Selain itu, PT Mitra Kiara Indonesia, April Group, PT Ever Shine Tex Tbk, PT Chemstar Indonesia Tbk, PT Pan Brothers Tbk, PT NQA Indonesia, PT Aneka Gas Industri Tbk, serta para KADIN NZH supporters seperti Multi Bintang Indonesia, Danone Indonesia, Nestlé Indonesia, dan H&M Indonesia.

Melalui penerapan standar SBTi (Science Based Target Initiatives) yang merupakan panduan global dalam dekarbonisasi industri, Kadin Indonesia juga berupaya terus memberikan pendampingan terkait penghitungan emisi gas karbon serta perencanaan kerangka kerja operasional rendah emisi.

Baca juga: Luhut tak ingin ulangi kesalahan negara maju sebabkan krisis iklim

Pewarta: Satyagraha
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022