Jakarta (ANTARA) - Centre for Youth and Population Research (CYPR) menyarankan pemerintah agar membuat regulasi yang mengatur mengenai produk tembakau alternatif, yang terpisah dari regulasi tentang rokok, sebagai salah satu upaya menurunkan prevalensi dan bahaya merokok.

“Produk tembakau alternatif adalah inovasi yang lahir dari kemajuan teknologi untuk membantu perokok dewasa yang selama ini kesulitan berhenti dari kebiasaannya. Untuk itu, produk ini harus didukung regulasi yang mengatur aspek produksi, distribusi, pengiklanan, dan konsumsi, bukan hanya tarif cukai agar dapat berperan dalam menurunkan prevalensi dan bahaya merokok,” ujar Direktur Centre for Youth and Population Research Dedek Prayudi.

Hal tersebut dia sampaikan dalam kegiatan media briefing yang diselenggarakan CYPR bertema Produk Tembakau Alternatif: Bagaimana Sebaiknya Diatur? di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Tembakau alternatif perlu diberi ruang atasi prevalensi merokok

Lebih lanjut, Uki, sapaan akrab Dedek Prayudi menyampaikan bahwa berdasarkan sejumlah hasil kajian ilmiah baik di dalam maupun luar negeri, diketahui bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok.

Dengan demikian, produk ini dapat dijadikan pilihan bagi para perokok untuk membantu mereka mengurangi risiko kesehatan akibat rokok.

“Mengacu pada fakta ilmiah tersebut, Inggris, Selandia Baru, Jepang, hingga yang terbaru Filipina, mendukung penggunaan produk tembakau alternatif dan memperkuatnya dengan regulasi berbasis profil risiko," ucapnya.

Saran tersebut juga selaras dengan rekomendasi dari naskah penelitian kebijakan yang disusun oleh CYPR bertajuk “Vision Document”.

Dalam naskah yang melibatkan para pemangku kepentingan di kementerian/lembaga, akademisi, dan pelaku usaha dari level pusat hingga daerah itu direkomendasikan bahwa produk tembakau alternatif perlu diatur dalam sebuah regulasi agar menjadi salah satu alternatif dalam mengurangi prevalensi dan bahaya merokok, tanpa mematikan kelangsungan industri.

Adapun dalam penyusunan regulasi, menurut Uki, Pemerintah Indonesia bisa meniru Pemerintah Filipina yang telah meregulasi produk tembakau alternatif melalui Vaporized Nicotine and Non-Nicotine Products (VNNP) Regulation Act No. 11900 pada Juli 2022 lalu.

Regulasi ini mengatur tentang produk yang tidak dibakar, baik yang menghasilkan maupun tidak menghasilkan nikotin. Sub-kategori produk dari ketentuan tersebut adalah rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.

Adapun poin-poin dalam VNNP mencakup berbagai ketentuan, seperti ketentuan penjualan dan pemasaran. Dalam klaster penjualan, regulasi tersebut menentukan bahwa produk tembakau alternatif hanya dijual kepada mereka yang berusia 18 tahun ke atas dan tidak boleh ditargetkan kepada anak-anak serta non-perokok.

“Pemerintah Filipina telah menghadirkan regulasi komprehensif bagi produk tembakau alternatif yang disesuaikan dengan profil risiko dari produk tersebut. Harapan besarnya mendukung penggunaan produk ini untuk mengurangi bahaya merokok dan mempromosikan lingkungan yang lebih baik. Pemerintah Indonesia seharusnya bisa melakukan upaya serupa,” ucap Uki.

Saran senada mengenai pembuatan regulasi untuk produk tembakau alternatif di Indonesia disampaikan pula oleh Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto.

“Pemerintah Filipina selangkah lebih maju dari Pemerintah Indonesia dalam memperlakukan produk tembakau alternatif melalui regulasi yang mengatur seluruh aspek, mulai dari impor, distribusi, penjualan, konsumsi, kemasan, pemasaran, iklan, promosi, hingga sponsorship. Pemerintah Indonesia seharusnya mulai mempertimbangkan produk ini," ujar Aryo.

Sebagai langkah awal dalam pembentukan regulasi, tambah dia, Pemerintah Indonesia perlu bersikap terbuka terhadap produk tembakau alternatif sekaligus menciptakan ruang dialog dengan para pemangku kepentingan terkait untuk menampung aspirasi dari publik.

Pemerintah juga dapat mempelajari hasil dari berbagai penelitian terhadap produk itu yang sudah diterbitkan oleh para peneliti yang menyimpulkan bahwa produk ini mampu menekan risiko kesehatan dibandingkan dengan rokok.

Selanjutnya, tambah Aryo, pemerintah dapat memfasilitasi dan mengajak seluruh pemangku kepentingan yang meliputi kementerian/lembaga, akademisi, praktisi kesehatan, pelaku industri, dan konsumen untuk terlibat dalam sebuah penelitian produk tembakau alternatif.

Hasil dari kajian itu bisa digunakan sebagai landasan penyusunan regulasi yang komprehensif dan berdasarkan dengan profil risikonya. Pada akhirnya, beleid bagi produk ini harus dibedakan dengan regulasi rokok.

“APVI siap bekerja sama dengan pemerintah dalam menyediakan informasi dan data mengenai produk tembakau alternatif. Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan akan menghadirkan regulasi yang memberikan manfaat bagi seluruh pihak,” ucap Aryo.

Baca juga: Perbedaan uap tembakau alternatif dan asap rokok
Baca juga: Polisi ungkap tempat pembuatan tembakau sintetis di Garut
Baca juga: Peneliti SF ITB harap lebih banyak kajian ilmiah tembakau alternatif
 

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022