Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi Bajuadji mengatakan bahwa penyebab kanker, termasuk kanker payudara didominasi oleh faktor internal, yakni  genetik atau riwayat keluarga.

"Faktor internal ini mencakup 85 persen dari angka penyebab keganasan kanker payudara maupun kanker yang lain," kata dokter yang akrab disapa Bayu itu dalam bincang-bincang kesehatan yang digelar daring diikuti di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa faktor internal atau genetik disebabkan adanya kegagalan mekanisme perbaikan atau repair pada level DNA, sehingga terjadilah sel yang abnormal dan menetap. Kemudian, sel abnormal tersebut, akan berubah menjadi sel kanker.

Baca juga: Rutin konsumsi buah dan sayur kurangi risiko kanker

Jika orang tua memiliki riwayat kanker, lanjutnya, gen tersebut akan diturunkan kepada beberapa anak dan cucunya. Adapun jenis kanker yang diturunkan tidak selalu sama dengan yang diderita orang tuanya.

"Misalnya, bapaknya kanker hati atau kanker paru-paru, bisa saja anaknya ada kanker payudara atau kanker tiroid. Begitu juga dengan ibunya yang kanker payudara, anaknya bisa kanker paru-paru atau kanker usus. Bisa juga jenisnya sama. Misalnya, ibunya kanker payudara, anaknya yang perempuan berisiko juga terjadi kanker yang sama," ujarnya.

Oleh karena itu, dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) itu mengingatkan pentingnya untuk melakukan deteksi dini kanker, terutama jika memiliki faktor risiko internal. Untuk kanker payudara misalnya, ia mengimbau untuk melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri) sebulan sekali setelah menstruasi.

"SADARI itu sebulan sekali dan dilakukan 7-10 hari setelah selesai menstruasi, karena saat itu biasanya payudara wanita lebih lunak, sehingga bisa lebih detail (saat memeriksa)," tutur Bayu.

Ia menjelaskan ada beberapa tanda yang perlu diwaspadai yang menunjukkan gejala kanker payudara. Salah satunya, adanya benjolan di payudara atau ketiak, baik disertai rasa sakit maupun tidak.

"Karena 80 persen keluhannya adalah benjolan di payudara atau ketiak," imbuh Bayu.

Baca juga: YKI: Perlu kolaborasi pemangku kepentingan dalam tanggulangi kanker

Baca juga: Kaitan pil estrogen dengan risiko kanker payudara


Tanda lainnya, lanjut dia, adanya cairan yang keluar dari puting, puting tertarik ke dalam, ada perubahan ukuran dan bentuk payudara, perubahan warna kulit payudara, perubahan warna di areola, dan luka di daerah puting maupun areola.

"Jadi, setelah mandi, menghadap ke cermin dengan posisi tolak pinggang. Lihat apakah ada perubahan bentuk, luka, benjolan, atau perubahan warna kulit. Kemudian, angkat tangannya ke atas, lihat apakah ada sisi payudara yang tidak ikut terangkat, lalu simetris atau tidak," ujar Bayu.

Selanjutnya, raba juga dengan jari, diraba pelan-pelan apakah ada benjolan, kemudian putingnya dipencet apakah keluar cairan atau tidak. Jangan lupa periksa juga bagian ketiak, klavikula (antara tulang dan bahu) serta bagian leher, apakah ada benjolan atau tidak.

Ia menambahkan hal yang sama juga dapat dilakukan dalam posisi berbaring dengan mengganjal punggung menggunakan bantal agar payudara bisa lebih menonjol, sehingga memudahkan pemeriksaan.

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022