Jakarta (ANTARA) - Museum Nasional menghadirkan pameran seni rupa bertajuk "Rekam Masa: Pameran Seni Terintegrasi Blockchain" dengan menampilkan karya-karya seni fisik yang data karyanya terintegrasi dalam jaringan blockchain yang dapat dilihat dalam platform Artopologi.

"Ini merupakan upaya untuk menampilkan karya dan peristiwa seni yang terkurasi. Kemudian sebagai bentuk edukasi sekaligus aktivasi mengenai penggunaan teknologi rantai blok (blockchain) kepada seniman maupun kolektor dan masyarakat umum," ujar salah satu kurator pameran, Sudjud Dartanto, Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan tema "Rekam Masa" diambil sebagai sebuah metafora yang menandai terbukanya seni kontemporer dalam menandai kehidupan pada masa atau zaman sekarang. Makna "Rekam Masa" juga menandai makna stempel waktu yang dimiliki oleh teknologi blockchain.

"Setiap karya seni dalam pameran terintegrasi ke dalam jaringan rantai blok yang dinyatakan oleh kode kriptografi sebagai sebuah pernyataan keahlian atas setiap karya yang diinput," kata dia.

Kurator lainnya, Rain Rosidi, mengatakan rantai blok merupakan teknologi validasi data yang dilakukan dengan cara desentralistik oleh validator yang tersebar, yang membuat suatu data tidak dapat diubah. Blok data itu diamankan dan diikat satu dengan yang lainnya menggunakan prinsip kerja keamanan kriptografi.

"Seluruh informasi transaksi yang ada di dalamnya bisa dilihat oleh siapa saja karena bersifat transparan untuk orang-orang yang ingin melihatnya. Oleh karena itu, suatu data dapat dengan mudah untuk dilacak riwayat asal-usulnya, dapat dibuktikan oleh stempel waktu yang dinyatakan oleh sistem kriptografi," kata dia.

Baca juga: Generasi milenial dominasi jumlah pengunjung Museum Nasional Indonesia

Teknologi itu memiliki keunggulan, yaitu sifatnya yang lebih transparan, aman, otomatis, dan terdesentralisasi. Dengan keunggulan itu, teknologi blockchain dapat menghasilkan sistem relasi atau interaksi baru, terutama yang berkaitan dengan distribusi aset, termasuk koin kripto dan aset lain yang biasa disebut Non-Fungible Token (NFT).

CEO dan Pendiri Artopologi, Intan Wibisono, mengatakan Artopologi merupakan lokapasar karya seni fisik yang terintegrasi dengan blockchain. Setiap karya seni fisik, seperti lukisan, patung, instalasi seni, yang dipamerkan dan diperjualbelikan di laman Artopologi disertai dengan sertifikat keaslian digital yang terdaftar di blockchain.

"Jadi yang ditransaksikan atau yang ditampilkan di situ karya seni fisik. Jadi transkasinya menggunakan rupiah. Tidak menggunakan cryptocurrency apapun," kata dia.

Intan menjelaskan setiap pengguna lokapasar Artopologi harus mempunyai crypto wallet. Ketika proses jual beli sudah dilakukan, akan ada dua langkah yang akan dilakukan. Karya fisik akan diantarkan ke manapun sesuai keinginan pembeli, sedangkan sertifikat keaslian digitalnya akan ditransfer melalui crypto wallet.

Pameran tersebut diselenggarakan mulai 28 Oktober hingga 6 November 2022.

Baca juga: Museum sasar pengunjung milenial untuk jadikan museum ke kelas dunia
Baca juga: Museum Nasional: LCCM 2022 tumbuhkan jiwa nasionalisme pemuda
Baca juga: Kemendikbudristek: Pengelola museum harus kreatif-inovatif

Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022