Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sembilan saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD) sebagai tersangka.

"Hari ini, pemeriksaan saksi untuk tersangka SD dan kawan-kawan. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Semua saksi hadir memenuhi panggilan pemeriksaan hari ini," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding di Jakarta, Jumat. 

Sembilan saksi, yaitu Sekretaris MA Hasbi Hasan, Arif Saptono selaku asisten Sudrajad Dimyati, Leman selaku staf asisten Sudrajad Dimyati, panitera muda perkara pidana umum Daryanto, Bayu Ardi dan Rudie selaku panitera pengganti serta tiga saksi berprofesi sebagai staf masing-masing Arifah, Susi, dan Ika Hapsari.

Adapun pemeriksaan terhadap Hasbi Hasan merupakan penjadwalan ulang setelah yang bersangkutan tidak menghadiri panggilan pada Kamis (13/10).

KPK total menetapkan 10 tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima, yakni SD, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH) serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Sementara, sebagai pemberi, yaitu Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) masing-masing selaku pengacara serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa mulanya ada laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari KSP Intidana di PN Semarang yang diajukan HT dan IDKS dengan diwakili melalui kuasa hukumnya, yakni YP dan ES.

Saat proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HT dan ES belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya pada tingkat kasasi pada MA.

Pada tahun 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh HT dan IDKS dengan masih mempercayakan YP dan ES sebagai kuasa hukumnya.

Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.

Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES, yaitu DY dengan adanya pemberian sejumlah uang. Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.

KPK juga menduga DY dan kawan-kawan sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.

Sementara, terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS.

Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,2 miliar.

Kemudian oleh DY dibagi lagi dengan pembagian DY menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH menerima sekitar sejumlah Rp850 juta, ETP menerima sekitar sejumlah Rp100 juta, dan SD menerima sekitar sejumlah Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP.

Dengan adanya penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP Intidana pailit.

Baca juga: KPK periksa saksi dalami soal permintaan agar KSP Intidana dipailitkan

Baca juga: KPK panggil 12 saksi kasus Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati

Baca juga: KPK perpanjang masa penahanan Sudrajad Dimyati dan kawan-kawan

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022