... mereka jangan pernah melarikan diri dari tempat kerja, harus setia dengan majikan atau perusahaan sampai kontrak selesai.
Pontianak (ANTARA) - Sarawak, negara bagian Malaysia, saat ini sedang giat membangun sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja asing, antara lain, untuk memenuhi kebutuhan perkebunan sawit, konstruksi, dan sektor lainnya.

Sementara ketersediaan tenaga kerja di negara tetangga itu, khususnya Sarawak, belum mampu memenuhi terutama di sektor perkebunan kelapa sawit. Kondisi itu membuka peluang masyarakat Indonesia untuk mencari kerja yang sangat dibutuhkan oleh Sarawak.

Bagi pekerja migran Indonesia (PMI), Sarawak merupakan salah satu wilayah Malaysia yang menjadi tujuan utama mencari kerja.

Apalagi dari posisinya, Sarawak dan Kalimantan Barat, Indonesia, terletak di satu daratan Pulau Kalimantan atau Borneo, yang sudah memiliki jalan penghubung sepanjang 811.32 kilometer serta tersedia tiga Pos Lintas Batas Negara, yaitu PLBN Entikong, PLBN Nanga Badau, dan PLBN Aruk.

Untuk menuju Ibu Kota Sarawak, Kuching, ke Ibu Kota Kalbar, Pontianak, atau sebaliknya, jika melalui PLBN Entikong jalan darat, itu berarak 423,4 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 8 jam 50 menit.

Memiliki perbatasan langsung antara Kalbar dan Sarawak, berbagai masalah lintas batas antara kedua negara bisa saja terjadi. Apalagi besarnya ketersediaan lapangan kerja di negara jiran itu membuat pencari kerja dari Indonesia, dengan berbagai cara, ingin masuk dan bekerja di sana.

Bagi pencari pekerja yang mengikuti aturan dan dikirimkan oleh penyalur tenaga kerja atau agen resmi, calon pekerja akan terjamin keamanan saat bekerja di Sarawak. Namun tidak sedikit para WNI pencari kerja yang terjebak menjadi pendatang dan pekerja ilegal di Sarawak karena tidak memiliki kelengkapan dokumen berupa paspor dan persyaratan lainnya.

Kebanyakan dari mereka ini dikirimkan oleh penyalur tenaga kerja tidak resmi, baik itu agen yang berada di Indonesia maupun di Sarawak sehingga para pencari kerja itu biasa disebut sebagai PMI-Bermasalah (PMI-B). Mereka rentan menjadi korban perdagangan orang (human trafficking) atau korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Meski sudah dijaga ketat oleh aparat keamanan perbatasan kedua negara, masih saja ada WNI/PMI ilegal itu yang dapat masuk ke Sarawak melalui lintas perbatasan tidak resmi atau jalan tikus. Masuknya WNI/PMI ilegal diduga ada yang memandu atau yang sengaja menyalurkan ke Sarawak meski harus berjalan kaki melalui hutan di sepanjang perbatasan Kalbar Indonesia-Sarawak.

Karena pada kenyataannya yang masuk melalui jalan tikus itu tidak hanya warga yang tinggal di perbatasan tetapi warga yang tinggal jauh dari perbatasan bahkan ada yang berasal dari luar Kalbar. Artinya, warga tersebut tidak mengenal benar wilayah perbatasan, apalagi mengetahui jalan-jalan tikus itu berada di mana dan tembus ke mana.

"Hampir setiap hari ada saja WNI/PMI yang yang ditangkap pihak berwenang Sarawak karena masuk tanpa izin. Sudah berjalan melalui hutan berjam-jam, kena hujan dan panas, kemudian tertangkap lagi," kata Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Raden Sigit Witjaksono.

Bagi mereka yang bisa lolos ke wilayah Sarawak, para pencari kerja ini belum tentu langsung mendapatkan pekerjaan. Masih beruntung kalau di antara mereka memiliki kenalan sesama orang Indonesia atau keluarga yang sudah lama tinggal dan bekerja di Sarawak. Akan tetapi bagi yang baru masuk ke Sarawak, nasibnya tergantung kepada agen penyalur kerja tidak resmi yang membawanya. Jadi, mereka sangat rawan menjadi korban perdagangan manusia, terutama bagi kaum wanita.

Tidak sedikit yang nekat dengan membawa istri dan anak yang masih balita dan berhasil masuk ke wilayah Sarawak, namun tidak sedikit pula yang tertangkap saat sudah berada di Sarawak.

Mereka yang ditangkap itu dicap sebagai "pendatang haram" atau pendatang asing tanpa izin (pati) oleh masyarakat dan pemerintah Malaysia karena memang mereka melanggar aturan keimigrasian Malaysia.

Walau sudah banyak yang ditangkap polisi, tentara, dan Imigrasi Malaysia kemudian di deportasi, hingga kini keberadaan WNI/PMI ilegal di Sarawak itu masih saja terus ada. Hal seperti itu tentu menjadi pekerjaan rumah bagi wakil pemerintah Indonesia di Sarawak yaitu KJRI Kuching, dalam memberikan perlindungan baik itu WNI maupun PMI.

Berdiri sejak 3 Oktober 2005, KJRI Kuching memiliki wilayah kerja yang cukup luas di Sarawak, yaitu mencakup Kuching, Samarahan, Sri Aman, Betong, Limbang, Sibu, Bintulu, dan Miri.

Keberadaan KJRI Kuching hingga saat ini membawa hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia semakin erat, dengan kian meningkatnya kerja sama di bidang ekonomi, sosial, serta pertahanan dan keamanan.

Ada beragam masalah yang harus diselesaikan, namun yang paling kerap yaitu pelanggaran keimigrasian yang dilakukan WNI/PMI karena masuk ke Sarawak tanpa memiliki dokumen paspor dan lainnya.

Menuju KJRI Kuching
Untuk mendapatkan informasi atas upaya KJRI Kuching memberikan pelayanan dan perlindungan khususnya upaya mencegah WNI/PMI menjadi korban perdagangan manusia, tim ANTARA Biro Kalbar menuju langsung ke Kantor KJRI di Kuching dari Kota Pontianak, Kalbar.

Saat tiba di halaman Kantor KJRI Kuching yang terletak di lot.86, Section 53 Jalan Central Timur Kuching Town Land District, tim disambut dengan suasana Indonesia. Sebuah gedung 11 lantai berdiri megah, yang di depannya dipasang lambang Burung Garuda. Di halaman kantor juga dipasangi Bendera Merah Putih yang berkibar di atas tiang yang berdiri kokoh, di bagian depan halaman dihiasi tulisan besar “Saya Indonesia” dengan warna merah dan putih. Itulah Kantor KJRI Kuching.

Di belakang kantor lantai dasar pada jam-jam kerja tampak puluhan WNI datang untuk mendapat pelayanan kelengkapan dokumen baik itu berupa pelayanan penggantian paspor dan kelengkapan dokumen lainnya serta pelayanan perlindungan atau pelayanan konsuler lainnya.

Sebagai Perwakilan Konsuler Indonesia, KJRI Kuching memiliki tugas dan misi utamanya meningkatkan hubungan konsuleran di bidang ekonomi, sosial, dan lainnya dengan negeri Sarawak, serta memberikan perlindungan dan melayani kepada WNI yang bekerja dan tinggal di Sarawak.

.Konjen RI Kuching, Raden Sigit Witjaksono. ANTARA/Slamet Ardiansyah
  Keberadaan WNI terutama para PMI bisa saja rentan menjadi korban trafficking saat berada di luar negeri termasuk di Sarawak, apalagi bagi WNI/PMI ilegal. Jumlah WNI di Sarawak saat ini diperkirakan 97.000 orang bahkan dari data Pemilu 2019 jumlah WNI/PMI di Sarawak sekitar 138.952 orang. Hampir setiap hari KJRI mendapat laporan pengaduan dari WNI/PMI.

“Mereka (WNI) yang masuk ke Sarawak secara resmi tentu akan terdata dan bisa kami ketahui dengan cepat. Namun bagi yang masuk secara ilegal, mereka tidak terdata serta sulit diketahui apalagi tidak membawa atau tidak memiliki paspor dan KTP. Ini masalah yang sering kami temui,” ungkap Sigit.

Siapa pun WNI/PMI yang bisa menunjukkan diri sebagai WNI di Sarawak akan tetap mendapat pelayanan dan perlindungan dari KJRI Kuching.  Keberadaan SDM saat ini tidak menghalangi KJRI Kuching untuk memberikan pelayanan dan perlindungan optimal kepada WNI yang ada di Sarawak yang memiliki wilayah yang cukup luas sehingga perlu adanya kerja sama semua pihak.

Pelanggaran paling banyak dilakukan oleh WNI/PMI yaitu terkait keimigrasian karena mereka tidak memiliki paspor dan sebagainya. Kemudian pelanggaran dalam kasus narkoba, judi online, dan kasus-kasus kriminal lain.

WNI/PMI ilegal di Sarawak ini rentan menjadi korban trafficking. Biasanya kasus-kasus yang di tangani KJRI Kuching yaitu PMI harus bekerja dan diupah tidak sesuai dengan janji agen yang membawa serta melanggar aturan kerja, kemudian tidak aman dan nyaman dalam bekerja.

“Beberapa kasus yang kami tangani,  WNI/PMI disalurkan dari agen satu ke agen lainnya. Ini tentu dilakukan oleh agen penyalur tenaga kerja tidak resmi. Mereka dalam 2 tahun bekerja biasanya hanya untuk membayar utang kepada agen tersebut dan tidak mendapatkan hasil selama bekerja,” ujar Sigit.

Biasanya, pembayaran itu untuk melunasi biaya perjalanan dan lainnya yang telah dikeluarkan agen saat WNI/PMI itu berangkat dari daerah asal hingga masuk, tinggal, dan bekerja di Sarawak.

Ini yang perlu disadari oleh masyarakat. Jika mereka masuk dan bekerja melalui agen penyalur tenaga kerja tidak resmi, agen-agen penyalur  tidak bisa memberi jaminan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan bagi WNI/PMI yang dibawanya bekerja dan tinggal di Sarawak.

Sosialisasi
KJRI Kuching rutin melakukan sosialisasi, agar WNI yang ingin bekerja di Sarawak ini melalui prosedur yang benar dan dilengkapi dengan dokumen diri yang lengkap. Kemudian,  carilah agen penyalur tenaga kerja yang resmi dan bertanggung jawab serta diakui pemerintah.

Bulan lalu dikirim sebanyak 126 pekerja, yang semuanya berdokumen, kemudian tujuan tempat kerjanya jelas, dan pihak agen penyalurnya pun langsung mengantar ke tempat kerja.

Selain itu juga dilengkapi asuransi. Biasanya yang KJRI Kuching ketahui pihak perusahaan di Sarawak juga akan memberi asuransi perlindungan, keamanan, dan kenyamanan selama PMI itu tinggal dan bekerja di Sarawak.

Dalam setiap kesempatan pertemuan dengan para PMI, baik ketika datang ke Kantor KJRI maupun saat KJRI melakukan program pelayanan pergantian paspor jemput bola ke perkebunan-perkebunan kelapa sawit tempat PMI bekerja, KJRI Kuching selalu mewajibkan seluruh PMI selalu mematuhi aturan otoritas setempat.

“Kami juga mengingatkan mereka jangan pernah melarikan diri dari tempat kerja, harus setia dengan majikan atau perusahaan sampai kontrak selesai. Jangan mudah tergoda untuk pindah kerja ke tempat lain. Jika memang ada masalah sebaiknya adukan ke nomor aduan atau hotline KJRI Kuching di nomor +60168866734 atau +60168899724. Nomor aduan ini buka 24 jam,” katanya.

Pelaksana Fungsi Konsuler 1 KJRI Kuching, Budimansyah, menambahkan perlindungan kepada seluruh WNI di Sarawak diberikan tanpa melihat status asal, agama, dan lainnya, sepanjang mereka berstatus WNI.

Kalau memang ada WNI/PMI di wilayah Sarawak mendapatkan masalah, misalnya, penyiksaan, penyekapan, pelecehan seksual, tidak dibayar gaji, dan korban human trafficking, mereka diminta segera melapor  ke KJRI Kuching.

“Jangan takut melapor karena untuk mengatasi banyak masalah, kami perlu bantuan masyarakat,” kata Budi.

KJRI sebagai perwakilan Pemerintah pasti memberi pelayanan terbaik demi melindungi kepentingan WNI dan PMI di Sarawak.





Editor: Achmad Zaenal M

 

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022