Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus memberi perhatian serius atas kesulitan yang dialami nelayan dan industri kecil di Indonesia, khususnya di wilayah pantai utara (Pantura) Jawa, kata anggota Komisi VII DPR, Ramson Siagian, di Jakarta, Kamis. "Sekarang, 90 nelayan di Pantura tidak melaut karena tak kuat beli solar, begitu juga industri tekstil rumah tangga, mau bangkrut semua. Kita berharap mereka segera mendapat perhatian sebab kondisinya mengkhawatirkan," katanya di gedung DPR/MPR. Ramson selama sepekan berkeliling ke Tegal, Pemalang, Pekalongan dan Batang di Jawa Tengah. Ia mengaku sedih saat menyaksikan kondisi para nelayan, industri perikanan serta industri tekstil kecil dan menengah yang makin memprihatinkan. Ia menyaksikan banyak nelayan yang tidak melaut, karena harga solar tidak terjangkau. Industri perikanan juga mandek. Ia menyatakan prihatin karena industri tekstil rumah tangga yang dulu tumbuh dengan pesat dan jadi andalan, sekarang mati kutu. Selain biaya produksi sangat tinggi, mereka juga kalah bersaing dengan tekstil produk China yang masuk lewat Jakarta serta tekstil selundupan yang sampai sekarang peredarannya tak mampu dicegah. Ramson kasihan pada mereka karena hanya jadi korban dari perdagangan bebas. Wakil Ketua Fraksi PDI-P bidang Ekubang ini mengemukakan jika pemerintah tidak cepat mengambil solusi, keadaan akan makin parah dan bukan tidak mungkin akan terjadi gejolak sosial. Yang jelas, katanya, dengan tidak melautnya para nelayan, pengangguran bertambah dan kehidupan rakyat makin miskin. Akibat lanjutan dari tidak melautnya para nelayan, industri perikanan yang sekarang sudah sekarat akan gulung tikar. Di sisi lain, akibat biaya produksi yang tinggi termasuk akibat tingginya harga solar, industri tekstil rumah tangga, juga banyak yang tutup. Karena itu, pemerintah perlu segera mengulurkan tangan untuk menolong mereka. "Caranya? Paling tidak, harga solar yang dijual kepada mereka jangan disamakan dengan harga pasar, tetapi harga BBM bersubsidi," kata anggota komisi DPR yang membidangi energi ini. Ia mengatakan, harga solar bersubsidi dengan solar yang dijual kepada nelayan perbedaannya cukup besar, yakni sekitar Rp1.700 per liter. Solar bersubsidi harganya Rp4.300 per liter, sedangkan solar yang dijual ke nelayan Rp6.000 per. Menurut dia, solar untuk nelayan sebaiknya tidak semahal itu. Mereka perlu disubsidi agar bisa bertahan , paling tidak harga yang diterapkan sama dengan harga solar yang dijual di SPBU bensin. Dengan demikian, mereka diharapkan bisa bertahan. Begitu juga solar yang dijual pada industri tekstil rumah tangga, harganya juga perlu lebih murah. "Kita harapkan menteri perdagangan melaksanakan kebijakan yang memproteksi industri tekstil rumah tangga. Jangan lepas mereka begitu saja ke persaingan bebas. Sementara Menperin kita harapkan bisa merasakan penderitaan yang dialami industri kecil dan menengah," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006