Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis penyakit dalam dr. Ardhi Rahman Ahani, Sp.PD mengatakan perokok berisiko terkena kanker paru lima sampai delapan kali dibandingkan orang yang tidak merokok.

"Merokok itu meningkatkan kejadian kanker paru hingga lima sampai delapan kali dibandingkan orang yang tidak merokok, dan itu sudah terbukti dalam penelitian," ucap Ardhi dalam webinar HUT Ke-103 Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengenai Waspada Kanker Paru, Kenali Gejala dan Deteksi Penyakit Sejak Dini yang diikuti di Jakarta, Senin.

Menurut dia, bagi perokok aktif maupun pasif, risiko terjadinya kanker paru akan sama besarnya. Pada perokok pasif yang menghisap asap rokok akan menjadi karsinogenik yang mengendap dalam paru-paru.

Sedangkan pada perokok aktif jika menghabiskan satu bungkus rokok sehari, selama 20 tahun akan menjadi risiko kanker paru dalam tubuhnya.

Baca juga: Pilihan terapi untuk kanker paru bukan cuma kemoterapi

"Berhenti merokok menjadi salah satu pencegahan utama kanker paru. Perokok yang sudah berhenti kurang dari 15 tahun tetap harus memeriksakan diri untuk melihat apakah memang orang tersebut berisiko kanker paru stadium awal atau tidak," ucapnya.

Berdasarkan jumlah penderita kanker tahun 2020, Ardhi mengatakan kanker paru menempati urutan ketiga setelah kanker payudara. Angka kematiannya pun termasuk tinggi yaitu mencapai 34.000 kasus pada tahun 2020.

Gejala kanker paru yang perlu diwaspadai adalah pada fase pertengahan atau lebih lanjut ada keluhan batuk lebih dari dua bulan disertai darah dan nyeri di dada ketika bernapas.

"Sifat nyerinya bisa tumpul bisa tajam dan disertai gejala lain misalnya penurunan berat badan kemudian turun nafsu makan," katanya.

Baca juga: Pakar sebut perlu strategi intervensi guna turunkan pravalensi perokok

Ardhi mengatakan, jika merasakan gejala tersebut segera berobat agar kanker pada paru tidak menyebar ke organ tubuh lain. Pasien bisa melakukan foto rontgen dan CT Scan, setelah itu bisa dilakukan biopsi jika ditemukan keganasan sebagai kanker paru.

"Biopsi itu adalah standar untuk memastikan bahwa memang terjadi kanker paru karena kalau dari CT Scan dari gejala maupun dari foto rontgen masih bisa mirip dengan TBC dan kepastiannya memang pada akhirnya harus dipastikan dengan biopsi," ucapnya.

Saat ini, kata Ardhi, pengobatan untuk kanker paru cukup beragam. Pengobatan pada kanker paru stadium awal bisa dilakukan operasi. Jika kondisinya sudah lebih lanjut ataupun sel kanker sudah menjalar ke organ tubuh lain bisa dilakukan kemoterapi.

Baca juga: Kurangi pravalensi merokok, asosiasi harap Indonesia adopsi VNNP

"Selain itu, yang saat ini berkembang juga imunoterapi, memanfaatkan sistem imun untuk membunuh sel kanker tersebut dan juga sekarang ada terapi target. Jadi ketika kita sudah mendapatkan jaringan tersebut dari hasil biopsi kita bisa memeriksakan lebih lanjut apakah dia terjadi ada mutasi dan pengobatannya lebih terarah," ucap Ardhi.

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022