Surabaya (ANTARA) - Pada Pemilihan Umum 2019, di salah satu tempat pemungutan suara (TPS) di Kota Surabaya, ada seorang warga yang termasuk di daftar pemilih tetap (DPT) yang penyandang disabilitas.

Karena merasa memiliki hak pilih, ia pun diantar saudaranya bergegas ke TPS. Tapi, semangatnya pudar, wajahnya lemas dan sikapnya dingin setelah mendengar tak ada surat suara braille atau khusus untuk tunanetra.

Tak adanya fasilitas untuk disabilitas membuatnya memutuskan kembali ke rumah. Ruginya, hilang satu suara dan berkurangnya angka partisipasi masyarakat.

Padahal, satu suara sangatlah penting dan berarti untuk sebuah pesta demokrasi.

Kejadian tersebut hanya satu di antara ratusan ribu TPS di Kota Surabaya, bahkan di Jawa Timur dan se-Indonesia.

Peristiwa serupa harus bisa diminimalkan, bahkan jangan sampai terjadi pada Pemilihan Umum 2024. mulai pemilu legislatif, pemilihan presiden hingga pemilihan kepala daerah.

Langkah-langkah antisipasi sudah dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara Pemilu sejak saat ini.

Di Jatim, berbagai upaya sosialisasi digelar di berbagai kabupaten maupun kota. Komisioner KPU Jatim, serta komisioner KPU kabupaten/kota dilibatkan.

Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat (Sosdiklih dan Parmas) KPU Jatim Gogot Cahyo Baskoro menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak sama sebagai pemilih.

Hak mereka adalah akses yang aksesibel, memberikan suara yang rahasia, menjadi peserta dan penyelenggara pemilu, serta mendapatkan informasi kepemiluan dan demokrasi.

Pemilih dari segmen disabilitas memiliki kepentingan dalam pemilu, di antaranya menyampaikan hak pilih, aksesibel, tidak sekadar menjadi objek, tanpa diskriminatif dan sebagainya.

Berdasarkan catatan, partisipasi pemilih dari segmen disabilitas ini pada Pemilu 2019 di Jawa Timur masih rendah.

Partisipasi pemilih untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebesar 39 persen, anggota DPR 36 persen, anggota DPD 36 persen, anggota DPRD provinsi 37 persen.

Karena itulah KPU Jatim merasa perlu memberikan sosialisasi dan pendidikan pemilih segmen disabilitas ini.

Terlebih kaum disabilitas memiliki hak sama sebagai warga negara dan memiliki hak untuk paham tentang berbagai hal yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan baik.

Namun, karena memiliki keterbatasan aktivitas yang secara tidak langsung berdampak pada kesadaran politik, maka dukungan keluarga terhadap keterlibatan disabilitas dalam pemilu harus meningkat.

KPU Jatim telah melakukan beberapa kali sosialisasi khusus menyasar penyandang disabilitas di beberapa daerah, salah satunya di Kabupaten Bojonegoro.

Harapannya setelah dilakukan kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih pada segmen disabilitas, maka dari yang tidak tahu kemudian menjadi tahu.

Selain itu, ada perubahan sikap, yaitu dari antipati menjadi setuju dengan pemilu, serta terjadi perubahan perilaku, dari yang tidak mau menggunakan hak pilih menjadi mau menggunakannya.


Partisipasi perempuan

Sosialisasi penyelenggara pemilu sebagai upaya peningkatan angka partisipasi pemilih juga harus menyasar kaum perempuan.

Pemilih perempuan merupakan potensi besar yang perlu dimanfaatkan dalam rangka menyukseskan Pemilu 2024.

Berdasar data yang dimiliki KPU Jatim, jumlah pemilih perempuan pada Pemilu 2019 sebanyak 15.686.939 orang dari total pemilih 30.912.994 orang.

Perbandingannya selisih dua persen lebih banyak daripada pemilih laki-laki.

Untuk tingkat partisipasi perempuan pada Pemilu 2014 dengan Pemilu 2019 meningkat sebanyak 9,28 persen untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, lalu sebanyak 6,61 persen untuk Pemilu DPR.

Berikutnya, meningkat sebanyak 6,66 persen untuk Pemilu DPD, sebanyak 6,52 persen untuk pemilu DPRD provinsi, dan sebanyak 6,51 persen untuk pemilu DPRD kabupaten/kota.

Dibandingkan dengan laki-laki pada Pemilu 2019, partisipasi perempuan juga cenderung mengalami peningkatan pada setiap jenis pemilihan.

Artinya, hal tersebut menunjukkan bahwa pada perempuan ada kecenderungan punya kesadaran tinggi untuk berpartisipasi dalam pemilu.

Kendati demikian, potensi besar tersebut juga mempunyai sejumlah kekurangan, salah satu alasannya adalah perempuan rentan dimobilisasi, baik pada saat maupun di luar pemilu.

Pemilih perempuan juga cenderung masih bisa diarahkan atau masih mudah dipengaruhi.

Selain itu, keadaan kultural juga mempengaruhi cara pandang perempuan terhadap dunia politik. Alasan tersebut berdampak pada belum banyaknya perempuan yang menduduki posisi strategis, dan beberapa hal yang menyangkut kepentingannya sendiri terabaikan.

Selain itu, peran pemilih pemula dan muda akan berpengaruh besar pada kesuksesan Pemilihan Umum 2024 di wilayah setempat, sehingga tak bisa dianggap remeh.

Berdasarkan data KPU Jatim, pada pemilu 2019 jumlah pemilih pemula di Jatim sebanyak 2.287.176 orang dari total 30.912.994 pemilih yang tercantum dalam DPT.

Jumlah pemilih muda usia 21 tahun hingga 30 tahun mencapai 6.061.778 orang atau 20 persen dari DPT. Berikutnya, usia 31 tahun sampai 40 tahun sebesar 6.573.179 orang atau 21 persen.

Bila ditotal, jumlah pemilih pemula dan muda dalam Pemilu 2019 mencapai sekitar 48 persen.

Peran strategis pemilih pemula dan muda dalam pemilu, di antaranya pemilih yang idealis karena belum memiliki beban ekonomi.

Lalu, pemilih pemula adalah calon para pemimpin yang akan memegang estafet kepemimpinan bangsa ini.

 

Kerja sama media

Sinergisitas KPU dengan media tentu untuk mengupayakan peningkatan angka partisipasi masyarakat, termasuk membangun hubungan saling menguntungkan antara penyelenggara dan media.

Menguntungkan yang dimaksud adalah KPU mendapatkan bantuan dalam pemberitaan, sedangkan media mendapatkan informasi yang valid terkait Pemilu 2024.

Tujuan berikutnya, yaitu untuk memelihara komunikasi yang harmonis antara KPU dan publik, melayani kepentingan publik, serta memelihara perilaku dan moralitas lembaga dengan baik.

Sinergisitas ini semakin penting mengingat media memiliki beberapa peran strategis dalam pemilu.

Di antaranya menyampaikan informasi pemilu dan pemilihan terhadap masyarakat, memberikan pendidikan, membentuk pemikiran dan pembelajaran politik masyarakat, serta sebagai kontrol terhadap penyelenggaraan pemilu.

Berikutnya, bentuk sinergi media dengan penyelenggara pemilu, antara lain dalam sosialisasi, pelayanan informasi, kampanye, pemberitaan, penerbitan serta kehumasan.

Pemilu 2024 digelar serentak pada tanggal 14 Februari yang akan memilih anggota legislatif tingkat kabupaten/kota, provinsi, pusat, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, serta pemilihan presiden/wakil presiden.

Kemudian pada tanggal 27 November 2024 diselenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk memilih bupati/wali kota serta gubernur.

Dengan sosialisasi yang masif dari KPU, kita berharap pemilu pada 2024 akan berjalan sukses dan tingkat partisipasi pemilih menjadi tinggi.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022