Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis mikrobiologi klinik konsultan, Angky Budianti mengatakan subvarian XBB, yang merupakan turunan dari Omicron SARS-CoV-2 atau B.1.1.529, memiliki kekhasan pada kecepatan penyebaran, namun mayoritas gejala yang dilaporkan bersifat ringan.

“Memang Omicron ini termasuk juga XBB, lebih khas pada kecepatan penyebaran dan ada kemungkinan bisa imun escape, walaupun imun escape  ini masih dalam proses pengawasan oleh WHO. Meskipun demikian, mayoritas klinisnya itu lebih ringan,” kata dokter dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ini dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan mutasi pada virus sebetulnya merupakan hal yang normal untuk mempertahankan hidupnya dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan tempat virus tersebut hidup.

Baca juga: Kemenkes: Temuan varian XBB di Indonesia jadi 8 kasus

Pada Omicron, varian ini memiliki 32 titik mutasi dimana yang terbanyak terdapat pada bagian gen yang mengkode protein spike. Dengan demikian, varian Omicron termasuk di dalamnya subvarian XBB, memiliki kekhasan penyebaran yang cukup cepat dibanding varian sebelumnya.

Mayoritas klinis yang ditunjukkan pasien yang terinfeksi XBB umumnya bergejala ringan, yaitu gejala infeksi saluran napas atas seperti batuk, pilek, demam, dan kadang nyeri menelan atau sakit tenggorok.

Angky mengatakan subvarian XBB yang masih sesama varian Omicron tidak memiliki perbedaan yang terlalu bermakna. Hal tersebut berbeda jika dibandingkan dengan varian Delta dengan tingkat penyebaran yang cepat dan bergejala berat, sehingga banyak pasien yang dirawat di rumah sakit dan meninggal dunia.

“Tapi, kalau sesama varian Omicron, perbedaannya tidak terlalu bermakna seperti XBB ini,” ujarnya.

Subvarian XBB pertama kali dilaporkan di India pada Agustus lalu. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 27 Oktober 2022, prevalensi XBB di seluruh dunia sekitar 1,3 persen dan sudah ditemukan di 35 negara.

Baca juga: Varian XBB miliki ciri khas bergejala ringan dan cepat menyebar

Angky menjelaskan varian Omicron sebetulnya sudah mempunyai beberapa subvarian atau turunan, yaitu BA.1, BA.2, hingga BA.5. Sementara XBB merupakan rekombinan dari dua turunan BA.2, yakni BA.2.10.1 dan BA.2.75. Dalam bahasa awam, Angky mengibaratkan XBB sebagai “cucu” dari Omicron.

Selain XBB, Angky juga menyoroti BQ.1 yang merupakan turunan dari BA.5. Subvarian BQ.1 memiliki prevalensi cukup besar sekitar 6 persen atau lebih banyak dibanding XBB dan sudah menyebar di 65 negara.

BQ.1 memiliki kemampuan untuk menghindari sistem imun tubuh (imun escape). Namun, hingga saat ini masih belum ada data yang tersedia mengenai beratnya penyakit dan kemampuan BQ.1 untuk bersembunyi dari sistem imun tubuh.

Sementara itu, kemampuan BQ.1 untuk bersembunyi dari vaksin (vaksin escape) masih dalam tahap penelitian. Namun, proteksi vaksin terhadap infeksi BQ.1 kemungkinan berkurang dan proteksi terhadap beratnya penyakit tidak ada dampak yang besar.

Baca juga: Gubernur Khofifah minta warga tingkatkan prokes cegah Omicron XBB

Baca juga: Reisa: Varian XBB lebih cepat menular dibanding BA.5 dan BA.2


Angky mengatakan XBB dan BQ.1 masih tetap dalam pengawasan WHO. Hal-hal yang diawasi, termasuk bagaimana tingkat kecepatan penyebarannya, manifestasi beratnya penyakit, kemampuannya bersembunyi dari vaksin hingga apakah terdapat perbedaan karakteristik yang bermakna jika dibandingkan dengan varian Omicron yang asli.

“Semoga saja ini tidak jadi varian of concern baru, tapi tetap menjadi subvariannya dari Omicron,” kata Angky.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022