Seoul (ANTARA) - "Ayah, aku akan keluar....." Itulah kata-kata terakhir yang didengar oleh Jung Hae-moon dari putrinya, di akhir obrolan mereka via telepon pada Sabtu saat anaknya menolak undangan untuk makan malam bersama.

Beberapa jam kemudian, Jung Joo-hee, putrinya yang berusia 30 tahun, termasuk di antara 156 orang, kebanyakan dari mereka berusia remaja dan dua puluhan, yang tewas di ibu kota Korea Selatan saat merayakan Halloween.

Itu adalah perayaan pertama yang bebas dari pembatasan COVID dalam tiga tahun terakhir.

Pada Kamis, keluarga wanita muda itu menguburkan abunya di lahan keluarga yang damai di luar Seoul, dengan pohon muda yang ditanam dan karangan bunga di dekat batu nisannya, diiringi upacara doa dan air mata.

"Istirahatlah. Ibu dan ayah akan datang menemuimu," kata Jung Hae-moon saat keluarga itu berdiri di pusara, bersama dengan anjing pudel peliharaan putrinya.

Ketika berita tentang bencana itu tersebar pada Sabtu, Jung Hae-moon langsung bergegas ke Itaewon, sebuah distrik dengan jalan-jalan sempit yang penuh dengan bar dan butik, dan menyaksikan kekacauan ketika anak-anak muda yang putus asa berseliweran dengan kostum Halloween mereka dan barisan ambulans terlihat mengumpulkan korban.

Lebih dari 12 jam kemudian, dia menemukan Joo-hee di kamar mayat, sudah tak bernyawa, bengkak dan memar.

Ibu Joo-hee, Lee Hyo-sook, mengatakan bahwa putrinya adalah sosok yang menyenangkan, sahabat yang mencintai binatang dan anggur.

"Ruang yang dia tinggalkan terlalu besar. Tempat yang dia tinggalkan dalam keluarga terlalu banyak kekosongan," kata Lee kepada Reuters setelah pemakaman, saat berbicara di sebuah kafe yang dikelola Joo-hee.

Tapi kafe tersebut ditutup dengan tanda hitam bertuliskan: "Masih berkabung."

Kesedihan keluarga Joo-hee juga dirasakan oleh semua 156 keluarga yang berduka saat tiga hari berkabung berakhir dan orang yang mereka cintai ditempatkan di peti mati untuk dilihat terakhir kalinya sebelum penguburan atau kremasi.

Kesedihan mereka juga dirasakan di seluruh negeri akibat bencana yang telah merenggut kehidupan muda pada malam yang seharusnya menjadi malam yang menyenangkan.

Dari 156 orang yang tewas, 101 adalah perempuan, menurut data resmi pemerintah.

Ayah lain yang juga berduka, Song Jae-woong, mengatakan bahwa putrinya, Young-ju, 24 tahun, adalah anak yang lembut dan mudah berteman. Lebih dari 200 temannya datang ke pemakamannya.

Young-ju bercita-cita menjadi seorang aktris, kata ayahnya di sebuah rumah duka di Seoul.

"Lalu, semuanya menjadi seperti ini," kata Song.

"Teman-temannya memberi tahu saya bahwa putri saya memiliki kebiasaan suka mencari dan berteman dengan siapa pun. Dia memiliki sikap yang baik."

"Tapi semuanya sudah berakhir sekarang."

"Mustahil"

Beberapa keluarga tidak tahu bahwa anak-anak mereka bahkan berada di keramaian di distrik hiburan Itaewon pada Sabtu malam.

"Saya tidak tahu dia ada di sana. Mustahil, saya tidak percaya," kata ayah Lim di rumah duka saat dia dan keluarganya mengikuti upacara pemakaman.

Sang ayah meminta agar dia dan putrinya diidentifikasi hanya dengan nama keluarga mereka, Lim.

Pria itu sebelumnya tinggal di luar negeri dan tidak bertemu anak tunggal mereka selama tiga tahun karena COVID membatasi perjalanan. Dia pertama kali mendengar tentang bencana itu ketika seorang kenalan mengiriminya pesan teks tentang hal itu, tanpa mengetahui putrinya ternyata juga terperangkap di dalamnya.

Sambil menahan sedih, pria itu mengeluarkan teleponnya untuk menunjukkan pesannya.

"Dia sangat kreatif dan cantik," kata pria itu.

Dia mengaku sering berjalan-jalan dengan putrinya menelusuri Itaewon. Dia biasa memarkir mobil mereka di Hotel Hamilton, di sebelah gang tempat Lim meninggal.

"Saya mengenal jalan itu dengan sangat baik."

Bagi banyak orang tua, kemarahan mereka bercampur dengan kesedihan.

Mereka bertanya-tanya mengapa anak-anak mereka merayakan Halloween di tempat tersebut, sebuah perayaan yang sama sekali asing bagi orang yang lebih tua di Korea.

Tetapi pertanyaan terbesar bagi sebagian besar mereka yang kehilangan anak-anak mereka adalah mengapa tidak ada langkah-langkah keamanan yang diberlakukan untuk mengendalikan kerumunan.

"Saya sangat marah. Ini keterlaluan karena dalam situasi darurat apa pun, negara harus melindungi rakyatnya dan menjaga mereka tetap aman," kata Lee, ibu dari Joo-hee.

Sumber: Reuters

Baca juga: PM Korsel: Insiden Itaewon karena manajemen kerumunan tak memadai
Baca juga: PM Korsel: Polisi harus jelaskan respons saat tragedi Halloween
Baca juga: Tragedi Itaewon: Warga cari kerabat yang hilang, rencanakan pemakaman

Penerjemah: Atman Ahdiat
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022