Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memaparkan sejumlah tugas yang diemban lembaga tinggi negara sistem ketatanegaraan Indonesia tersebut kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor, Jawa Barat, Senin.

"Kewenangan MK, yang diberikan oleh Pasal 24 C Ayat (1) dan (2) UUD 1945, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD," kata Anwar Usman dalam seminar nasional "Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara melalui Putusan Mahkamah Konstitusi" seperti dipantau secara daring di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan uji materi suatu undang-undang ke MK tentang satu pasal, ayat, bahkan satu kata pun dapat memengaruhi sebuah pasal atau undang-undang yang diujikan tersebut.

Tugas kedua, lanjutnya, MK memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

Sebagai contoh, katanya, sengketa presiden dengan Mahkamah Agung (MA), presiden dengan DPR, MA dengan Komisi Yudisial (KY), atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan MPR. Pihak yang bisa menyelesaikan sengketa tersebut hanya MK, tambah Anwar.

Baca juga: Ketua MK Anwar Usman-Idayati langsung dapat e-KTP usai menikah

Kewenangan MK yang ketiga ialah membubarkan suatu partai politik. Sebelum MK memiliki kewenangan itu, katanya, Pemerintah sebagai pihak eksekutif bisa langsung membubarkan partai politik. Namun, sejak ada perubahan UUD Negara RI Tahun 1945, pembubaran suatu partai politik hanya bisa dilakukan melalui MK.

Keempat, dia menjelaskan MK memiliki kewenangan mengadili hasil sengketa hasil pemilihan umum (pemilu), baik pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif (pileg) DPR, DPD, DPRD provinsi maupun kabupaten dan kota, hingga sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Itu diselesaikan di Mahkamah Konstitusi," katanya.

Kelima, MK juga mendapat amanat dari UUD Negara RI Tahun 1945 untuk menyelesaikan atau memutus tentang pendapat DPR atas pelanggaran yang dilakukan oleh presiden maupun wakil presiden.

Pelanggaran yang dilakukan oleh kepala negara itu bisa bermakna melakukan sesuatu yang tidak didasarkan kepada undang-undang atau kewajiban hukum. Selain itu, pelanggaran presiden dan wapres ialah tidak melaksanakan kewajiban yang telah diatur undang-undang atau menurut kewajiban hukumnya.

"Jadi ada dua pelanggaran khusus, apakah bersifat pasif atau aktif," ujar Anwar Usman.

Baca juga: Anwar Usman: Masih banyak pejabat yang tidak paham soal keberadaan MK

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022