Jakarta (ANTARA) -
Dokter Arie A Polim Msc SpOG (K) FER mengatakan teknologi Pre-Implamantation Genetic Testing for Aneuploidy (PGT-A) membantu mengantisipasi kelainan kromosom pada embrio untuk meningkatkan kesuksesan kehamilan.
 
"PGT-A adalah proses tes DNA untuk bisa mengetahui bagaimana kromosom dari embrio itu dan dari situ kita bisa mengetahui ada kelainan atau tidak, itu akan meningkatkan sukses kehamilan," ucap Direktur medis Morula IVF Indonesia itu di konferensi pers di Jakarta, Senin.
 
Pada proses bayi tabung atau in-vitro fertilization (IVF) embrio yang dihasilkan masih bisa ada kemungkinan kelainan genetik yang tidak normal, bahkan pada embrio yang baik sekalipun.
 
Maka itu dikembangkan teknologi PGT-A untuk menyeleksi kembali embrio yang sudah baik dengan berfokus melihat kelainan pada kromosom.

Baca juga: Dokter: Tak perlu ragu ikut program bayi tabung demi punya momongan

Baca juga: Tuba falopi tersumbat jadi indikasi perlunya dilakukan bayi tabung
 
"Dengan teknologi PGT-A, ini bisa meningkatkan kehamilan sampai hampir 70 persen, apalagi pada kasus dengan usia wanita yang di atas 35 tahun," ucapnya.
 
Arie mengatakan sebesar 60 sampai 70 persen kegagalan program bayi tabung terjadi karena kelainan kromosom pada pada saat proses pembentukan sel-sel telur, sperma dan saat perkembangan embrio.
 
Kelainan kromosom ini bisa terjadi pada wanita usia di atas 35 tahun dengan prosentase kerusakan kromosom hingga 78 persen.
 
"Karena secara normal usia di atas 35 tahun akan terjadi kerusakan baik kerusakan daripada sel telur maupun kualitas dan kuantitasnya. Hal itulah yang menyebabkan mengapa kehamilan makin rendah pada wanita di atas 35 tahun," ucap Arie.
 
Teknologi PGT-A dapat mengidentifikasi kelainan kromosom yang dapat mengakibatkan penyakit down syndrome, dan Edwards syndrome pada anak yang akan dilahirkan.
 
Selain PGT-A, Morula IVF Indonesia juga mengembangkan teknologi Pre-Implantation Genetic Tersting for Monigenic atau single-gene defect (PGT-M) untuk melihat kelainan genetik yang diturunkan orangtua pada calon anak.
 
Di antaranya yang paling umum ditemukan adalah kelainan genetik thalasemia atau penyakit sel darah yang mudah pecah. Jika anak menderita penyakit ini, maka harus melakukan transfusi darah setiap hari seumur hidupnya.
 
Selain itu pada PGT-M juga bisa mendeteksi adanya Spinal Muscular Atropy atau kondisi genetik yang membuat otot lemah dan mengakibatkan gangguan pada gerakan.
 
"Bisa kita cari yang ada itu tidak kita pilih lalu ditanam di dalam rahim wanita sehingga tidak diturunkan lagi kepada generasi berikutnya harapannya seperti itu," ucap Arie.
 
Ia berharap dengan adanya teknologi ini, embrio yang ditanam dalam proses bayi tabung benar-benar sehat sehingga anak terlahir sehat dan tidak membawa penyakit yang bisa menjadi beban bagi orangtua secara psikologis dan mental.
 
"Secara keilmuan kita akan memaksimalkan menggunakan ilmu itu untuk membantu pasangan yang mengalami masalah bukan hanya di dalam kehamilan tapi juga genetik yang diturunkan," ucapnya.*

Baca juga: Dokter: perbaiki gaya hidup agar proses bayi tabung optimal

Baca juga: Program bayi tabung klinik Blastula IVF rayakan bayi ke-100

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022