Antigen yang telah diproduksi di dalam negeri di antaranya untuk pembuatan vaksin Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis, Influenza, dan Polio (OPV)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengemukakan sebanyak tujuh dari 14 antigen vaksin program imunisasi rutin di Indonesia sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

"Vaksin adalah impor yang paling besar kalau dari sisi uang. Masih ada tujuh antigen yang masih impor," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan antigen yang telah diproduksi di dalam negeri di antaranya untuk pembuatan vaksin Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis, Influenza, dan Polio (OPV).

Sedangkan sisanya yang masih impor adalah antigen vaksin Measles, Rubella, Polio Injeksi (IPV), Japanese Enchepalisis, Human Papilloma Virus (HPV), Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) dan Rotavirus.

Menkes mengatakan, hingga saat ini peneliti di Indonesia telah menguasai tiga dari empat platform teknologi vaksin di antaranya viral vactor (Adenovirus), nucleic acid based (mRNA dan DNA).

Sebelumnya, dua perusahaan farmasi swasta di Indonesia yakni PT Etana dan Biotis Pharmaceutical sedang melakukan transfer teknologi produksi vaksin berbasis mRNA dan protein sub-unit.

"Dengan adanya dua perusahaan swasta baru di luar Bio Farma, pengembangan tujuh vaksin impor ini bisa lebih cepat dan kami sedang persiapkan platform teknologi lebih lengkap, selain berbasis protein, kita kembangkan berbasis mRNA dan vector," kata Menkes.

Menurut dia  pengembangan produksi tujuh antigen vaksin impor untuk diproduksi di dalam negeri bergulir mulai tahun hingga 2025.

Untuk mengakselerasi capaian kemandirian produksi vaksin nasional, katanya, pemerintah menempatkan dua perwakilan Indonesia di Board Member organisasi besar dunia, yakni Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) dan Global Fund.

Indonesia menjadi anggota Board Member CEPI periode 2021-2027. CEPI merupakan leading organization dalam inovasi dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi yang berperan penting sebagai bagian skema Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT-A) pada pilar vaksin, yang memungkinkan tersedianya vaksin COVID-19 lebih cepat.

Sementara Global Fund adalah organisasi dunia yang paling besar dalam pendanaan kesehatan untuk mengatasi Tuberkulosis, HIV dan Malaria, sebesar 15 hingga 16 miliar dolar AS setiap tiga tahun sekali.

"Apapun patogennya untuk pandemi masa depan, targetnya CEPI adalah dalam 100 hari harus sudah masuk uji klinik fase 3. CEPI akan berinvestasi pada mitra yang memiliki kapasitas itu," demikian Budi Gunadi Sadikin.

Baca juga: Menkes: Vaksin TBC siap uji klinis tahap ketiga

Baca juga: PB SEMMI minta pemerintah perhatikan alat tes cepat antigen impor

Baca juga: Kantongi sertifikat halal, Bio Farma siap ekspor vaksin Indovac

Baca juga: Indonesia fasilitasi magang peneliti negara Islam kembangkan vaksin

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022