Anak-anak muda dapat menjadikan Buya Syafii sebagai inspirasi untuk melahirkan gagasan-gagasan kebangsaan yang kritis.
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Dr M Amin Abdullah mengatakan sosok cendekiawan Ahmad Syafii Maarif atau akrab disapa Buya Syafii harus menjadi inspirasi bagi anak-anak muda di Tanah Air.

Menurut Prof Amin, sebagaimana dikutip dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu, anak-anak muda dapat menjadikan Buya Syafii sebagai inspirasi untuk melahirkan gagasan-gagasan kebangsaan yang kritis guna mencari solusi atas berbagai tantangan yang semakin kompleks pada saat ini, seperti konservatisme dalam dunia pendidikan Islam.

“Munculnya praktik konservatisme dan intoleransi di Indonesia di antaranya karena kurangnya tradisi literasi di kalangan masyarakat Muslim Indonesia. Kedua, disebabkan oleh pemahaman akan antifilsafat, dan ketiga penggunaan serta pendekatan terhadap pemahaman teks keagamaan yang tidak kaya, sehingga mendistorsi dari makna dan substansi dari beragama itu sendiri," ujar dia.

Hal tersebut dikemukakan oleh Prof Amin saat menjadi narasumber dalam kegiatan Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif: Islam, Kebinekaan, dan Keadilan Sosial pada sesi diskusi pertama bertajuk Inklusivitas, Kesetaraan, dan Persaudaraan Lintas Batas, di Kampus I Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Solo, Jawa Tengah, Sabtu (12/11).

Hal senada disampaikan pula oleh Koordinator Dialog dengan Muslim di Jesuit Conference of Asia Pacific Dr Gregorius Soetomo. Dalam kesempatan yang sama, pria yang akrab disapa Romo Greg itu menyoroti kekayaan pandangan keislaman Buya Syafii.

Ia menyampaikan sosok Buya Syafii memiliki pendapat bahwa Islam sebagai agama hanya akan memiliki dampak perubahan sosial apabila seorang Muslim memiliki pemahaman yang luwes terhadap Al Quran. Keluwesan itu, kata dia lagi, berarti seseorang dalam memahami Al Quran membutuhkan penjelasan sistematis dan terinci untuk menghindari kesalahpahaman.

“Islam, menurut Buya Syafii, harus senantiasa bersentuhan dengan realitas dan konteks masyarakat yang sedang berkembang. Islam bukan ajaran spiritual yang serba abstrak dan melulu hanya bicara tentang langit, melainkan menyampaikan ajaran yang membumi dan memberikan efek sosial yang nyata," kata Romo Greg.

Selanjutnya, dalam sesi diskusi yang kedua bertajuk Arabisme, Lokalitas, dan Kosmopolitanisme Islam, dosen Universitas Nasional Singapura Dr. Azhar Ibrahim menyampaikan bahwa isu-isu keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan yang selama ini disuarakan Buya Syafii, tidak hanya mewakili Indonesia.

Ia mengatakan isu-isu keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan yang disuarakan Buya Syafii juga sangat cocok dengan alam Melayu secara keseluruhan serta dapat pula disesuaikan kepada tuntutan zaman dan budaya setempat.

“Saya sendiri beruntung mengenali beliau, mendapat limpahan ilmu dan pengalaman yang sangat berharga”, kata Azhar.

Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif yang digelar oleh Maarif Institute ini, diikuti oleh 100 orang peserta dari berbagai daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Mereka, di antaranya, terdiri atas peserta Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafii Maarif (SKK-ASM) periode tahun 2022, para peneliti muda yang merupakan alumni Program Maarif Fellowship dan alumni SKK-ASM, serta para kader intelektual dan aktivis lintas agama.
Baca juga: Muhammadiyah resmikan Serambi Buya Syafii di Sleman
Baca juga: Haedar: Buya Syafii sangat tepat diusulkan pahlawan nasional

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022