Jakarta (ANTARA News) -Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) harus membangun komunikasi yang positif agar wajib pajak bersedia membayar pajaknya, demikian penjelasan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali.

"Selama ini petugas pajak mungkin merasa terganggu dengan informasi-informasi yang buruk tentang (instansi) mereka," kata Rhenald selepas peluncuran buku ‘Cracking Entrepreneurs’ di Jakarta.

Pernyataan itu Rhenald kaitkan dengan Sensus Pajak Nasional yang diselenggarakan oleh Diretorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang diadakan pada 1 Mei hingga 31 Oktober 2012.

Konsultan bisnis itu menyebutkan realisasi penerimaan pajak pada 15 Juni sebesar Rp 360,33 trilyun atau 40,71 persen dari target penerimaan pajak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) yang sebesar Rp 885,02 trilyun.

Dia menilai angka kini masih dapat dicapai lebih tinggi lagi mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia lagi bagus-bagusnya yang saat ini ada di level 6,5 persen.

"Selain memprogramkan komunikasi yang positif dan sensus pajak, (Ditjen) Pajak juga perlu memperbaiki etos kerja di dalam (instansi)," kata Rhenald.

Pendiri gerakan kewirausahaan 'Rumah Perubahan' itu menyarankan Ditjen Pajak untuk terus membenahi mentalitas pegawainya sehingga wajib pajak tidak lagi memiliki alasan menghindar dari kewajiban mereka membayar pajak.

"Segera berikan sanksi kepada oknum yang terbukti memperkaya diri sendiri, jangan menunggu ditangkap penegak hukum," kata Rhenald.

Pajak usaha kecil dan menengah

Pengarang sejumlah buku seperti 'Change!' dan 'Cracking Zone' itu menilai cukup adil untuk rencana Ditjen Pajak menetapkan pajak penghasilan sebesar satu persen dan pajak pertambahan nilai sebesar satu persen kepada pengusaha kecil dan menengah bermozet Rp 300 juta hingga Rp 4,8 milyar per tahun.

"Arti pajak bagi pengusaha kecil dan menengah adalah alat bagi pengusaha kecil dan menengah untuk memperbesar kapasitas usaha dengan basis formalitas," kata Rhenald.

Pengusaha mikro, kecil, dan menengah, menurut Rhenald, seringkali tidak mempunyai catatan resmi termasuk pencatatan pajak sehingga kemajuan usaha kurang mereka ketahui dengan benar.

"Dengan pencatatan, termasuk pencatatan pajak, pelaku usaha kecil dan menengah dapat menggandeng pihak ketiga untuk bekerjasama berdasarkan pencatatan-pencatatan usaha," katanya.

Narasumber: Rhenald Khasali, Ekonom, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2012