Jakarta (ANTARA) -
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menggandeng pihak swasta untuk melakukan skrining penyakit tidak menular guna meningkatkan layanan promotif dan preventif, guna merayakan Hari Bakti Dokter Indonesia
 
PB IDI dan aplikasi Doctor to Doctor (D2D) berkolaborasi membantu pemerintah dalam melakukan deteksi dini melalui program "Skrining Nasional Penyakit Tidak Menular".
 
Ketua Umum PB IDI dr. M. Adib Khumaidi, Sp.OT menyampaikan bahwa Program Skrining Nasional Penyakit Tidak Menular sejalan dengan prioritas kerja pemerintah di bidang kesehatan yang diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif di samping peningkatan akses pada pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
"Kami mengapresiasi inovasi yang telah dilakukan aplikasi Doctor to Doctor sebagai platform edukasi dan komunikasi rekan sejawat dokter, bahkan saat ini sebagai platform skrining untuk meningkatkan layanan dan akses kesehatan untuk masyarakat. IDI berkomitmen untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan literasi digital tenaga kesehatan di Indonesia, salah satunya melalui kolaborasi dengan platform digital D2D," kata dr. M. Adib Khumaidi, SpOT dalam siaran pers pada Senin.
 
Rangkaian program "Skrining Nasional Penyakit Tidak Menular" berlangsung dari November 2022 hingga Mei 2023 yang melibatkan 5.000 dokter anggota PB IDI di seluruh Indonesia dan dilakukan secara digital dengan menggunakan aplikasi Doctor to Doctor (D2D) di setiap layanan kesehatan, sebagai bagian dari Hari Bakti Dokter Indonesia ke 115.
 
Dari rangkaian acara tersebut, di bulan November 2022 akan digelar terlebih dahulu webinar sosialisasi kepada para dokter, kemudian pelaksanaan skrining ke masyarakat akan dimulai pada Januari hingga Mei 2023, dan di akhir rangkaian pada Mei 2023 akan disampaikan hasil kegiatan melalui webinar ilmiah di D2D.

Adapun masyarakat yang ditargetkan melakukan deteksi dini penyakit tidak menular adalah sebanyak 115.000 orang.
 
Sementara itu, Head of Doctor Pillar PT Global Urban Esensial (GUE), Mohamad Salahuddin mengatakan program "Skrining Nasional Penyakit Tidak Menular" ini adalah bagian dari komitmen D2D dalam rangka memberikan layanan terbaik di dunia kesehatan, khususnya kepada para dokter, masyarakat umum, dan seluruh stakeholder kesehatan.
 
"Melalui kolaborasi dengan anggota IDI, D2D diharapkan dapat memberi kemudahan untuk para dokter di Indonesia dalam melakukan pendataan hasil skrining nasional penyakit tidak menular dan membaktikan diri ke masyarakat, sehingga semakin banyak masyarakat terhindar dari berbagai faktor risiko penyakit atau melakukan pengobatan lebih awal. Dengan program kolaborasi IDI dan D2D ini, kita berharap dapat bersinergi dengan program pemerintah dan membantu penurunan prevalensi PTM di Indonesia," kata Mohamad Salahuddin.
 
Dokter yang terlibat dalam program kegiatan skrining nasional penyakit tidak menular ini nantinya juga akan mendapatkan poin Satuan Kredit Profesi (SKP) dalam ranah pengabdian masyarakat. PB IDI dan D2D juga akan memberikan penghargaan kepada dokter-dokter yang paling aktif dalam melakukan skrining dilihat dari jumlah masyarakat yang telah diskrining oleh dokter tersebut.
 
Aplikasi Doctor to Doctor (D2D) memiliki sejumlah fitur bermanfaat bagi dokter, di antaranya webinar kedokteran, membaca serta permintaan literatur, Continuing Medical Education (CME), fitur berita dan acara kedokteran terkini, informasi lowongan pekerjaan, Album P2KB, serta fitur untuk berdiskusi juga konferensi bersama rekan sejawat.

Melalui beragam fitur ini, harapannya dokter bisa mendapatkan perkembangan terbaru di ilmu kedokteran serta peningkatan kompetensinya.
 
Aplikasi D2D telah diunduh sebanyak lebih dari 80.000 kali di Google Play Store. Aplikasi ini pun mendapat 4,7 bintang dari para penggunanya.
 
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), 41 juta orang meninggal setiap tahun akibat penyakit tidak menular. Di Indonesia, penyakit diabetes mellitus, jantung, kanker, dan penyakit paru kronis masuk dalam 5 besar penyebab kematian.

Jumlah kasus ini terus meningkat seiring dengan meningkatnya faktor risiko seperti tingginya asupan gula, garam, dan lemak serta rendahnya aktivitas fisik. Dampak dari penyakit ini, BPJS Kesehatan telah menghabiskan anggaran senilai Rp17.5 triliun pada tahun 2020.

Baca juga: PB IDI sebut obat pasien COVID-19 di Indonesia efektif atasi XBB

Baca juga: OP kesehatan sebut belum dilibatkan dalam penyusunan RUU Kesehatan

Baca juga: PB IDI: Antisipasi varian baru COVID-19 dengan patuh prokes

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022