Singapura (ANTARA) - Harga minyak memangkas kenaikan awal dan jatuh di sesi perdagangan Asia pada Senin sore, terseret oleh penguatan dolar AS dan rekor kasus Virus Corona yang tinggi di kota-kota besar China yang memupus harapan pembukaan kembali ekonomi importir minyak mentah terbesar dunia itu.

Kontrak untuk minyak mentah berjangka Brent dan West Texas Intermediate (WTI) AS yang telah naik hampir satu persen di awal sesi tetapi kemudian membalikkan lintasannya dan bergerak lebih rendah.

Harga minyak mentah berjangka Brent turun 32 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 95,67 dolar AS per barel pada pukul 07.25 GMT setelah naik 1,1 persen pada Jumat (11/11/2022). Harga minyak mentah berjangka WTI merosot 39 sen atau 0,4 persen, menjadi diperdagangkan di 88,57 dolar AS per barel, setelah ditutup 2,9 persen lebih tinggi akhir pekan lalu.

"Penguatan dolar AS tampaknya membebani minyak dan kompleks komoditas yang lebih luas sore ini," kata Kepala Strategi Komoditas ING, Warren Patterson. "Mungkin ada juga elemen di mana pasar menjadi sedikit lebih cepat pada Jumat (11/11/2022) menyusul pelonggaran tindakan karantina terkait COVID di China."

Baca juga: Dolar menguat di Asia, pejabat Fed ingatkan tak melunak lawan inflasi

Harga-harga komoditas naik pada Jumat (11/11/2022) setelah Komisi Kesehatan Nasional China menyesuaikan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian COVID-nya untuk mempersingkat waktu karantina untuk kasus kontak dekat dan pelancong yang masuk, serta menghapuskan penalti pada maskapai penerbangan karena membawa penumpang yang terinfeksi.

Tetapi kasus COVID meningkat di China selama akhir pekan, dengan Beijing dan kota-kota besar lainnya melaporkan rekor infeksi pada Senin.

Permintaan China untuk minyak dari eksportir utama dunia Arab Saudi, juga tetap lemah karena beberapa kilang telah meminta untuk mengangkat lebih sedikit minyak mentah pada Desember.

Penguatan dolar setelah komentar dari Anggota Dewan Gubernur Federal Reserve (Fed) AS Christopher Waller juga membebani minyak. Waller mengatakan pada Minggu (13/11/2022) bahwa Federal Reserve dapat mempertimbangkan untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga pada pertemuan berikutnya, tetapi itu tidak boleh dilihat sebagai "pelunakan" dalam komitmennya untuk menurunkan inflasi.

"Ini condong ke narasi inflasi atau resesi yang negatif untuk minyak dan pasar berisiko lainnya," kata Direktur Pelaksana SPI Asset Management, Stephen Innes.

Baca juga: Harga minyak Asia perpanjang kenaikan, China longgarkan protokol COVID

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022