Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis onkologi radiasi Prof. Dr. dr. Soehartati A. Gondhowiardjo, Sp.Onk.Rad(K) mengimbau para perempuan agar tidak takut apabila menemukan benjolan di payudara dan menganjurkan untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.

“Kalau ada benjolan, tidak semua itu kanker tapi periksakan diri untuk mengatakan bahwa itu adalah bukan kanker. Kalau kanker ya diobati. Dengan melakukan hal tersebut, kita akan menemukan kanker dalam fase yang lebih dini sehingga bisa diobati,” kata dokter dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu dalam webinar “HUT 103 RSCM” yang diikuti di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Dokter: Kanker payudara stadium dini lebih berpeluang untuk diobati

Soehartati mengatakan hanya sekitar 15 persen benjolan di payudara merupakan kanker, sisanya atau 85 persen biasanya bukan kanker. Namun jika benjolan tersebut memang mengindikasikan kanker setelah pemeriksaan, dia menganjurkan untuk segera dilakukan pengobatan terutama apabila kanker masih stadium awal.

“Intinya adalah kanker payudara pada keadaan dini, bisa diobati dan bisa disembuhkan. Tapi kalau pada keadaan lanjut, jawabannya adalah satu, tidak janji,” kata dia.

Untuk mengetahui apakah benjolan yang ditemukan termasuk kanker payudara atau bukan, Soehartati mengatakan langkah yang paling mudah untuk dilakukan masyarakat adalah dengan melakukan “Sadari” atau periksa payudara sendiri.

Baca juga: Masyarakat harus diedukasi untuk periksa kanker payudara

“Akan tetapi lakukan itu (periksa payudara) dengan konsisten, lakukan itu dengan rutin. Sehingga kalau ada apa-apa di payudara yang tahu kita (diri sendiri),” ujar Soehartati.

Dia mengatakan payudara orang Indonesia memiliki ukuran standar atau rata-rata sehingga seseorang bisa menemukan benjolan apabila ukurannya masih di bawah 2 cm. Oleh sebab itu, “Sadari” lebih memungkinkan untuk dilakukan. Namun jika ragu melakukan “Sadari”, bisa pula melakukan pemeriksaan payudara klinis (Sadanis) oleh tenaga kesehatan.

“Jadi satu-satunya keberhasilan dari (pengobatan) kanker payudara adalah dengan menggeser stadium penemuan kanker payudara ke arah stadium yang lebih dini. Dan sangat mudah hanya dengan ‘Sadari’. Kalau untuk mengurangi angka kejadian adalah dengan melakukan menghindari berbagai faktor risiko yang dapat dihindari,” kata Soehartati.

Baca juga: Pentingnya Sadari bagi penyintas kanker payudara dan wanita usai haid

Soehartati juga mengingatkan masyarakat harus menyadari bahwa saat ini angka kejadian kanker payudara meningkat. Dia menyebutkan satu dari delapan pasien kanker di dunia merupakan kanker payudara, serta satu dari tiga pasien kanker di Indonesia adalah kanker payudara. Mengingat hal tersebut, perempuan Indonesia diimbau untuk waspada.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022