Jakarta (ANTARA) - Pendamping keluarga korban tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur,  Andy Irfan menyebut ada tanggung jawab komando atas penembakan gas air mata ke tribun penonton oleh polisi.

"Sangat terlihat dengan jelas Brimob melakukan serangan tidak secara impulsif tetapi secara sistematik," kata pendamping keluarga korban tragedi Kanjuruhan Andy Irfan di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan salah satu unsur penting dalam kejahatan HAM adalah adanya serangan yang sistematik dan meluas. Dalam peristiwa Kanjuruhan terdapat enam menit yang mematikan.

"Selama enam menit itu Brimob dan Sabhara menembakkan setidaknya 45 gas air mata," ujarnya.

Ia menyebut ada enam fase serangan yang dilakukan polisi selama enam menit. Mulai dari tribun utara, selatan, dan lain sebagainya. Akibatnya, hal tersebut menyebabkan kematian ratusan suporter.

Baca juga: Komnas HAM pelajari laporan Tragedi Kanjuruhan
Baca juga: Aremania kirim surat ke Presiden terkait tragedi Kanjuruhan


"Kita menemukan puluhan orang meninggal di tempat di dalam tribun bukan meninggal karena berdesakan di pintu stadion," kata dia.

Atas temuan tersebut, kata dia, pihaknya membuat kesimpulan awal untuk didalami lebih lanjut melalui penyelidikan berbasis projustitia yang bisa dilakukan Komnas HAM. Dengan demikian, pihak-pihak yang terlibat bisa mengurai lebih dalam terkait bukti-bukti yang ada.

Sementara itu, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengatakan sedang mempelajari laporan tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan usai perwakilan keluarga korban mendatangi lembaga tersebut.

"Kami sedang mempelajari berkas lama dari laporan Komisioner Komnas HAM yang lama yang sudah disampaikan kepada Menkopolhukam," kata dia.

Selain itu, anggota Komnas HAM periode yang baru (2022-2027) akan mempelajari bukti-bukti baru yang disampaikan keluarga, kuasa hukum maupun pendamping korban Kanjuruhan.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022