Sydney (ANTARA) - Saham-sahan Asia berada dalam suasana hati-hati pada awal perdagangan Jumat, setelah pejabat Federal Reserve AS melepaskan lebih banyak tembakan peringatan tentang suku bunga, sementara meningkatnya kasus virus corona di China dan tekanan likuiditas di pasar obligasi menambah ketidakpastian.

Baik dolar maupun imbal hasil obligasi didorong lebih tinggi semalam ketika Presiden Fed St. Louis James Bullard mengatakan suku bunga mungkin perlu mencapai kisaran dari 5,0 persen hingga 7,0 persen agar "cukup membatasi" untuk mengekang inflasi.

Itu merupakan pukulan bagi investor yang telah bertaruh suku bunga akan mencapai puncaknya pada 5 persen dan melihat fed fund berjangka dilanda aksi jual karena pasar menghargai lebih banyak peluang bahwa suku bunga sekarang akan mencapai 5,0-5,25 persen daripada 4,75-5,0 persen.

Imbal hasil dua tahun merayap kembali ke 4,46 persen, menelusuri sedikit penurunan tajam yang didorong oleh inflasi minggu lalu sebesar 33 basis poin ke level terendah 4,29 persen. Itu membuat mereka 69 basis poin di atas mbal hasil obligasi 10 tahun, inversi terbesar sejak 1981.

"Pesannya adalah tentang keinginan dari The Fed untuk bersandar pada apa yang mereka anggap sebagai pelonggaran dini kondisi keuangan," kata Brian Daingerfield, seorang analis di NatWest Markets. "Dan di depan itu, pesan diterima."

"The Fed tampaknya benar-benar fokus pada pemberian sinyal berlebihan di depan pengetatan dan berharap data melambat ke titik di mana mereka dapat memiliki fleksibilitas untuk turun."

Peringatan pasar obligasi tentang resesi bukanlah yang ingin didengar Wall Street, dan mereka membiarkan kontrak berjangka S&P 500 datar pada Jumat, sementara kontrak berjangka Nasdaq naik tipis 0,1 persen.

EUROSTOXX 50 berjangka bertambah 0,7 persen dan FTSE berjangka naik 0,3 persen.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang menguat 0,6 persen, setelah tergelincir selama dua sesi. Saham unggulan China CSI 300 melemah 0,1 persen di tengah laporan bahwa Beijing telah meminta bank untuk memeriksa likuiditas di pasar obligasi setelah imbal hasil yang melonjak menyebabkan kerugian bagi beberapa investor.

Ada juga kekhawatiran bahwa lonjakan kasus COVID-19 di China akan menantang rencana pelonggaran pembatasan pergerakan ketat yang telah mencekik ekonomi.

Nikkei Jepang naik 0,2 persen, ketika data menunjukkan inflasi berjalan pada level tertinggi 40 tahun karena yen yang lemah memicu biaya impor.

Namun, bank sentral Jepang berpendapat bahwa inflasi sebagian besar didorong oleh biaya energi di luar kendalinya dan bahwa ekonomi membutuhkan kebijakan super-longgar yang berkelanjutan.

Situasinya sangat berbeda di Inggris, di mana menteri keuangan Jeremy Hunt baru saja mengumumkan kenaikan pajak dan pemotongan pengeluaran dalam upaya meyakinkan pasar bahwa pemerintah serius dalam memerangi inflasi.

Prediksi mengerikan bahwa ekonomi sudah dalam resesi melihat sterling berdiri di 1,1890 dolar, mundur dari tertinggi minggu ini di 1,2026 dolar.

Itu menambah kenaikan luas dalam dolar, yang mencapai 106,70 terhadap sekeranjang mata uang, naik dari palung tiga bulan di 105,30 yang disentuh di awal minggu.

Dolar naik tipis menjadi 140,20 yen dan menjauh dari level terendah baru-baru ini di 137,67, tetapi menghadapi resistensi di sekitar 140,70/80.

Euro bertahan di 1,0368 dolar, setelah turun dari puncak empat bulan di 1,0481 dolar yang dicapai pada Selasa (15/11/2022). Beberapa pembuat kebijakan berpendapat untuk berhati-hati dalam pengetatan.

Presiden ECB Christine Lagarde akan memberikan pidato utama pada Jumat nanti yang mungkin menawarkan panduan ke arah mana mayoritas di bank sentral dapat bersandar.

Di pasar komoditas, pemantulan dolar dan imbal hasil mendorong emas kembali turun ke 1.762 dolar AS per ounce setelah mencapai puncak 1.786 dolar AS di awal minggu.

Minyak berjangka stabil di awal perdagangan, tetapi mengalami penurunan tajam selama seminggu di tengah kekhawatiran tentang permintaan China dan suku bunga AS yang semakin tinggi.

Brent bertambah 61 sen menjadi 90,39 dolar AS per barel, tetapi masih turun 5,8 persen pada minggu ini, sementara minyak mentah AS naik 75 sen menjadi 82,39 dolar AS per barel.

Baca juga: Wall Street turun tertekan komentar pejabat Fed yang "hawkish"
Baca juga: IHSG berpotensi datar jelang akhir pekan
Baca juga: Saham di Inggris rugi hari ketiga, indeks FTSE 100 turun 0,06 persen

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022