Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia sebagian besar mengikuti Wall Street lebih tinggi pada Kamis, sementara aksi jual dolar AS berlanjut karena pasar bereaksi terhadap kemungkinan Federal Reserve AS segera memperlambat laju kenaikan suku bunganya.

Namun demikian, pasar saham Eropa bersiap untuk dibuka dengan hati-hati, dengan pan-region Euro Stoxx 50 berjangka datar, DAX berjangka Jerman naik 0,1 persen dan FTSE berjangka Inggris turun 0,1 persen.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang menguat 1,2 persen, didorong oleh Nikkei Jepang yang berakhir naik 0,95 persen dan indeks KOSPI Korea Selatan ditutup naik 0,96 persen.

Saham properti China menguat. Indeks Properti Daratan Hang Seng melonjak 5,3 persen setelah bank menjanjikan setidaknya 38 miliar dolar AS dalam jalur kredit baru untuk pengembang yang kekurangan uang.

Bank sentral Korea Selatan mengurangi laju pengetatan dengan menaikkan suku bunga hanya 25 basis poin pada Kamis, bergabung dengan bank sentral lainnya dalam kenaikan suku bunga moderat karena perlambatan global menjulang.

Semalam, risalah pertemuan terbaru Federal Reserve AS juga menunjukkan "mayoritas besar" pembuat kebijakan Fed telah sepakat bahwa "kemungkinan akan segera tepat" untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga. Itu membuat harga saham dan obligasi AS lebih tinggi.

"Jika Anda berada di The Fed, Anda akan mengertakkan gigi melihat apa yang terjadi tadi malam sebagai tanggapan atas risalah FOMC. Pasar terpaku pada satu kalimat, yang terdengar dovish, dan mereka mengabaikan bagian yang terdengar hawkish," kata Rob Carnell, kepala penelitian ING Asia-Pasifik.

"Jadi alasan reli besar seperti itu, terutama di pasar valas, dengan dolar benar-benar menyerah dan reli ekuitas, terus terang adalah sebuah misteri."

Pasar berjangka menunjukkan mayoritas investor memperkirakan target suku bunga dana federal AS akan mencapai puncak di atas 5 persen pada Mei mendatang, bahkan saat mereka memperkirakan peluang 76 persen untuk kenaikan 50 basis poin menjadi 4,25-4,5 persen pada pertemuan Desember.

Di Jepang, data pada Kamis menunjukkan aktivitas manufaktur mengalami kontraksi tercepat dalam dua tahun pada November.

Kasus COVID terus melonjak di China, mencapai rekor tertinggi, dengan kerugian ekonomi akibat pembatasan mobilitas dan penguncian menumpuk.

Investor tetap skeptis apakah rencana Beijing untuk mengurangi rasio persyaratan cadangan bank akan banyak membantu memulihkan pertumbuhan ekonomi sementara pemerintah tetap berpegang pada kebijakan nol-COVID.

Indeks saham unggulan China CSI300 berakhir turun 0,44 persen, sedangkan Indeks Komposit Shanghai ditutup kehilangan 0,25 persen.

Aksi jual dolar AS berlanjut, dengan euro dan yen Jepang akan menguji level utama terhadap safe-haven greenback.

Euro naik 0,4 persen menjadi 1,0437 dolar, mendekati puncak empat bulan terakhir di 1,048 dolar, sementara dolar juga melemah 0,6 persen terhadap yen Jepang menjadi 138,74 yen.

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya turun 0,2 persen, setelah jatuh 1,0 persen semalam.

Di pasar minyak, harga ditetapkan untuk menguji level support utama yang ditetapkan pada September. Jika mereka menembusnya, minyak bisa jatuh ke level yang tidak terlihat sejak sebelum akhir 2021.

Minyak mentah berjangka AS turun 0,2 persen menjadi 77,74 dolar AS per barel, setelah jatuh lebih dari 3,0 persen pada Rabu (23/11/2022) karena negara-negara Kelompok Tujuh (G7) mempertimbangkan batasan harga minyak Rusia di atas level pasar saat ini.

Minyak mentah berjangka Brent turun 0,3 persen menjadi 85,13 dolar AS per barel.

Pasar AS akan ditutup untuk liburan Thanksgiving pada Kamis.

Baca juga: Saham Asia dibuka menguat ditopang tanda-tanda perlambatan Fed

Baca juga: Saham Asia pulih di tengah kecemasan China lanjutkan pembatasan COVID

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022