Jika biopori tersebut berada di tiap rumah, maka masyarakat akan lebih mudah mengelola sampah. Sisa makanan dari dapur bisa langsung dimasukkan ke biopori
Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Kota Yogyakarta mengarahkan pengelolaan sampah organik melalui pembuatan biopori berbasis keluarga atau rumah tangga (RT) untuk memudahkan masyarakat dalam mengelola sampah tersebut.

"Jika biopori tersebut berada di tiap rumah, maka masyarakat akan lebih mudah mengelola sampah. Sisa makanan dari dapur bisa langsung dimasukkan ke biopori," kata Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya di Yogyakarta, Kamis.

Sebelumnya, penggunaan biopori untuk pengelolaan sampah organik dilakukan berbasis komunal yaitu dipusatkan di satu titik di tiap wilayah.

Dengan kondisi tersebut, Aman mengatakan, terkadang masyarakat merasa malas harus membawa sampah sisa makanan dari dapur ke lokasi biopori karena merasa jaraknya jauh dari rumah.

Oleh karenanya, strategi pengelolaan sampah organik diubah dengan membuat biopori berbasis rumah tangga sehingga akan memudahkan masyarakat mengelola sampah organik.

Guna mendukung rencana tersebut yang diharapkan sudah mulai bisa diimplementasikan awal 2023, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta menggencarkan pelatihan biopori sampah organik ke bank sampah.

Ia mengatakan di Kota Yogyakarta terdapat 565 bank sampah berbasis RW atau hampir seluruh RW memiliki bank sampah.

Pengelolaan sampah organik dengan metode biopori tersebut ditujukan untuk melengkapi rencana Pemerintah Kota Yogyakarta yang akan melarang masyarakat membuang sampah anorganik mulai 2023.

Sampah organik harus bisa dikelola sejak dari sumbernya atau bisa diserahkan ke bank sampah atau pengepul sampah untuk memperoleh nilai keekonomian tertentu.

Pengelolaan sampah organik dan anorganik tersebut ditujukan untuk memperpanjang usia teknis Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan di Kabupaten Bantul yang diperkirakan berakhir pada April 2023.

Setiap hari, Kota Yogyakarta rata-rata membuang 260 ton sampah ke TPA Piyungan yang terdiri dari 40 persen sampah anorganik dan 60 persen sampah organik.

"Jika bisa mengelola sampah anorganik, maka jumlah sampah yang dibuang ke TPA Piyungan bisa turun menjadi sekitar 150 ton per hari. Usia teknis TPA pun akan bertambah," katanya.

Jumlah sampah yang dibuang ke TPA Piyungan juga akan semakin berkurang jika masyarakat bisa mengelola sampah organik mereka.

"Kami akan berupaya untuk terus melakukan sosialisasi sehingga masyarakat memiliki kesadaran dan mulai mengubah perilaku dengan mengelola sampah sejak dari sumbernya," kata Aman Yuriadijaya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto mengatakan pemanfaatan biopori untuk mengelola sampah organik tidak hanya akan dilihat dari pengurangan volume sampah saja.

"Tetapi yang lebih penting adalah perubahan perilaku masyarakat dari semula membuang semua jenis sampah menjadi memilah sampah dan mengelola sampah organik menjadi kompos," katanya.

Guna mendukung gerakan tersebut, DLH Kota Yogyakarta bekerja sama dengan sejumlah instansi termasuk Bank Indonesia yang memberikan corporate social responsibility (CSR) bantuan peralatan biopori untuk bank sampah.

Peralatan yang diberikan di antaranya, pipa paralon, bor, dan alat memanen kompos. Kompos dari sampah organik bisa dipanen sekitar satu bulan.

"Kami pun tetap akan memberikan dukungan dari segi anggaran untuk gerakan biopori berbasis rumah tangga ini," katanya.

Sedangkan bagi masyarakat atau rumah tangga yang tidak lagi memiliki tanah atau halaman sudah tertutup, maka bisa memanfaatkan metode pengelolaan sampah organik lain seperti lodong sisa dapur (losida) atau ember tumpuk.

Sementara itu, Ketua Bank Sampah Ben Resik, Kelurahan Bener Yogyakarta. Wahyu Prasetyo mengatakan, sudah memiliki biopori untuk mengelola sampah organik yang bersifat komunal.

"Sudah berjalan sekitar satu tahun dan lingkungan pun menjadi lebih bersih dan asri. Pupuk yang dihasilkan untuk penghijauan lingkungan," katanya.

Ia pun akan berupaya maksimal mendukung upaya pemerintah untuk mendorong masyarakat membuat biopori berbasis rumah tangga.

"Tentu akan lebih baik lagi untuk mengelola sampah organik," demikian Wahyu Prasetyo yang memiliki 145 nasabah bank sampah dari sekitar 200 keluarga di lingkungan tersebut.

Baca juga: Pengurangan sampah organik di Yogyakarta diintensifkan melalui biopori

Baca juga: Malaysia pelajari teknologi biopori pada IPB

Baca juga: Pakar: Biopori bisa jadi upaya mitigasi banjir di daerah hilir

Baca juga: ULM kenalkan biopori di pesantren cegah banjir dan suburkan tanah


Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022