Subic, Filipina (ANTARA) - Militer Amerika Serikat kemungkinan akan kembali ke pangkalan di Teluk Subic di Filipina karena kekhawatiran atas meningkatnya kehadiran maritim China, kata seorang pejabat tinggi badan lokal yang mengawasi zona pelabuhan bebas itu.

Militer AS akan kembali ke Teluk Subic setelah 30 tahun meninggalkan daerah yang pernah menjadi pangkalan militer terbesar mereka di Asia.

Bekas Pangkalan Angkatan Laut AS di Teluk Subic, yang menghadap Laut Cina Selatan, telah menjadi pelabuhan bebas yang ramai yang mempekerjakan sekitar 150.000 penduduk lokal dan dikelola oleh Otoritas Metropolitan Teluk Subic (SBMA).

Manila dan Washington telah bernegosiasi untuk menyiapkan lima lokasi lagi di negara Asia itu untuk membangun fasilitas militer AS dan menyiapkan senjata di bawah Perjanjian Peningkatan Kerja Sama Pertahanan (EDCA).

Ketua SBMA Rolen Paulino pada Rabu (23/11) mengatakan bahwa dia akan "sangat terkejut" jika Teluk Subic tidak menjadi suatu lokasi dari EDCA itu saat "selama perang, dan pada waktu yang sangat penting".

Pernyataan itu disampaikan Paulino sehari sebelum peringatan 30 tahun keberangkatan Angkatan Laut AS dari pelabuhan yang telah dikuasainya selama hampir 94 tahun.

Serangkaian acara diadakan Kamis di pelabuhan bebas untuk menandai HUT ke-30 Pendirian SBMA, termasuk tampilan publik pesawat sipil dan helikopter Angkatan Laut Filipina di bandara Subic yang sekarang sedang diubah fungsinya untuk pengawasan dan pelatihan penerbangan.

Ditandatangani pada 2014, EDCA kemungkinan akan berlanjut melampaui periode 10 tahunnya, seperti yang ditunjukkan oleh minat baru Amerika Serikat dalam membangun pangkalan baru di Filipina dan pendanaan baru untuk meningkatkan situs-situs EDCA yang ada.

Paulino mengatakan ketegangan di Selat Taiwan dan meningkatnya permusuhan antara Amerika Serikat dan China menjadi perhatian. Paulino, yang adalah  mantan walikota Olongapo yang berdekatan dengan Subic, dan lebih suka pemerintah Filipina mempertahankan aliansi pertahanan dengan Amerika Serikat.

Dia menambahkan bahwa sebagian besar penduduk Olongapo bersifat "pro-Amerika" mengingat mereka telah hidup berdampingan dengan tentara AS dalam waktu yang sangat lama.

Pada 9 November lalu, Duta Besar AS untuk Filipina Mary Kay Carlson mengunjungi Teluk Subic dan galangan kapal yang diakuisisi oleh perusahaan swasta AS Cerberus Capital Management LP pada tahun ini. Angkatan Laut Filipina juga mulai menduduki sebagian galangan kapal sebagai pangkalan angkatan laut barunya.

Paulino yakin kunjungan Carlson memperkuat pentingnya Teluk Subic bagi Amerika Serikat.

Seorang pejabat senior Filipina mengatakan dua perusahaan China ingin mengambil alih galangan kapal itu, tetapi Amerika Serikat telah turun tangan.

Filipina dan China memiliki klaim yang tumpang tindih di Laut China Selatan, yang merupakan jalur pelayaran yang vital dan kaya mineral yang dilalui perdagangan senilai 3 triliun dolar AS setiap tahunnya.

Seperti yang diperintahkan oleh Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., Manila pada Kamis menulis catatan verbal ke China untuk mencari "klarifikasi" tentang pertemuan 20 November antara Angkatan Laut Filipina dan Penjaga Pantai China di dekat pulau Thitu yang diduduki Filipina.

Thitu adalah sebuah wilayah perairan maritim yang diperebutkan.

Pihak berwenang Filipina mengatakan penjaga pantai China "dengan paksa" mengambil puing-puing yang menyerupai roket China yang diluncurkan pada Oktober.

Sebuah perahu karet milik Penjaga Pantai China mendekati sebuah kapal angkatan laut Filipina yang menarik puing-puing ke pulau itu dan dua kali berusaha memblokir jalan kapal sebelum akhirnya awak kapal China memotong tali penarik puing dan mengambil objek yang diduga roket China.

Sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: "Coast Guard" AS dukung negara mitra yang khawatirkan China di LCS
Baca juga: AS ulangi peringatan kepada China soal serangan ke pasukan Filipina
Baca juga: Filipina, AS berharap lanjutkan latihan militer gabungan di LCS

Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022