Dari 100 kasus itu, 83 persen-nya berakhir dengan meninggalnya istri di tangan suami
Jakarta (ANTARA) - Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat jumlah kasus femisida pada pasangan intim di Indonesia jauh lebih banyak dibanding femisida kategori lainnya.

"Kasus femisida pasangan intim terjadi di ranah rumah tangga yang dilakukan dalam relasi keluarga, perkawinan maupun pacaran,"  kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam Peluncuran Pengetahuan Femisida: Lenyap dalam Senyap di Jakarta, Senin.

Femisida merupakan pembunuhan yang dilakukan kepada perempuan karena mereka perempuan.

Komnas Perempuan mencatat dari 100 putusan pengadilan sejak tahun 2015 sampai 2022, 83 persen-nya merupakan kasus dengan tewasnya istri.

"Dari 100 kasus itu, 83 persen-nya berakhir dengan meninggalnya istri di tangan suami," kata Andy Yentriyani.

Sementara data dari pantauan media per Juni 2021 hingga Juni 2022, Komnas Perempuan mencatat ada 307 kasus pembunuhan terhadap istri di berbagai daerah.

Baca juga: Komnas Perempuan dorong Polri pilah kasus pembunuhan berdasar gender

Baca juga: Komnas Perempuan terima 3.081 aduan kekerasan terhadap perempuan


"Ini menunjukkan bahwa femisida itu nyata betul ada di Indonesia dan memang dekat sekali dengan kita," kata dia.

Pihaknya memperkirakan angka femisida tersebut hanya memperlihatkan puncak gunung es dari kondisi sebenarnya.

"Karena ada lebih banyak lagi pembunuhan yang tidak masuk pemberitaan maupun dalam putusan pengadilan," katanya.

Andy menuturkan hasil pemantauan media maupun analisis putusan pengadilan menunjukkan adanya bentuk penganiayaan berlapis, seperti dicekik, ditindih, dipukul, dibekap, ditendang, dibacok, dimutilasi, dibanting, dibakar, hingga pembuangan mayat.

Sedangkan menyangkut motif pembunuhan, yang terbanyak adalah pertengkaran dan cemburu.

Motif ini berakar dari gagasan kepemilikan laki-laki terhadap perempuan, di mana perempuan dipandang sebagai properti dan di bawah kendali laki-laki.

Temuan Komnas Perempuan juga mencatat pembunuhan oleh mantan pacar ataupun mantan suami menggambarkan fenomena post separation abuse atau penganiayaan pasca perpisahan dengan berbagai konteks motif yang melatarbelakangi.

Hal ini, kata Andy, meneguhkan temuan dalam Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan bahwa rumah tangga dan relasi intim merupakan tempat yang tidak aman bagi perempuan.

Baca juga: Komnas Perempuan dorong pasal perkosaan dihapus dari Qanun Jinayat

Baca juga: Komnas Perempuan dorong perumusan aturan turunan UU TPKS

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022