Jakarta (ANTARA) - Pemerintah tengah menyiapkan aturan terkait implementasi teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS) sebagai upaya mengoptimalkan produksi migas pada masa transisi energi.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan keberadaan aturan CCS/CCUS sangat penting untuk menjamin kegiatan tersebut sudah sesuai regulasi dan tidak bermasalah, sehingga memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.

"Aturan (permen CCS/CCUS) sedang disusun, supaya jelas, karena implementasi CCUS akan melibatkan banyak stakeholder, jadi kita pastikan aman dan bisa membantu mengurangi emisi karbon," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Arifin menjelaskan implementasi CCS/CCUS cukup krusial mengingat bisnis migas menjadi salah satu sektor yang banyak menyumbangkan emisi karbon.

Untuk itu, lanjutnya, teknologi CCS/CCSU ini penting agar kegiatan operasi produksi migas tetap berjalan, sekaligus mengurangi emisi karbon.

Menurut Arifin, penerapan CCS maupun CCUS nanti juga bisa berkembang ke carbon trading yang akan diterapkan.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan ke depan masa depan migas akan cerah dengan penerapan teknologi CCS/CCUS.

Pasalnya, emisi yang biasa dihasilkan dari operasional migas nantinya dapat memberikan keuntungan bagi pelaku usaha baik dari sisi finansial maupun produksi.

"Flare gas (gas buang) dari produksi migas dimanfaatkan untuk mengurangi emisi karbon, sehingga bisa menambah profit hulu migas. Jadi, emisi berkurang dan profit bertambah, kalau flare dimanfaatkan. Kalau ada CO2, itu bisa jadi carbon credit dan diinjeksikan di reservoir di mana CO2 dimanfaatkan untuk enhanced oil recovery (EOR). Jadi, CCS dan CCUS itu bisa untuk EOR," jelas Djoko.

Sementara itu, penerapan CCS/CCUS juga menjadi pembahasan dalam 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) yang digelar di Bali, 23-25 November 2022.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan industri hulu migas harus mulai membuat perubahan yang berorientasi terhadap perubahan dalam kegiatan aktivitas bisnisnya atau climate change adapter operations (CCAO). "Misalnya, melalui manajemen energi atau CCS/CCUS," ungkapnya.

Menurut dia, tema IOG 2022, yaitu Boosting Investment & Adapting Energy Transition Through Stronger Collaboration selaras kesepakatan KTT G20 Bali yaitu pentingnya ketahanan energi serta kesiapan menuju transisi energi berkelanjutan.

Ia juga mengatakan untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu didukung oleh pasokan energi yang cukup.

Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah sepenuhnya mendukung visi bersama sektor hulu migas, yaitu target produksi satu juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030.

"Jika tercapai, maka target ini akan mengurangi defisit neraca perdagangan dan memperkuat struktur anggaran negara kita, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di atas lima persen," ungkap Luhut.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Dwi Soetjipto menambahkan para stakeholder di IOG 2022 menyepakati bahwa migas masih penting dalam memenuhi ketahanan energi selama masa transisi energi guna menuju net zero emissions (NZE).

Untuk itu, menurut dia, diperlukan perbaikan dari segala lini, utamanya regulasi guna memperbaiki iklim investasi.

"Para menteri telah menyatakan bakal concern dan melakukan berbagai hal yang diperlukan untuk mendorong iklim investasi. Kami telah menyaksikan beberapa kemajuan positif, dengan beberapa insentif telah diberikan dan beberapa kebijakan yang mendukung. Ditambah lagi, sikap pemerintah menunjukkan sudah terbuka untuk membuka ruang diskusi dengan investor dan keinginan untuk menerima masukan," ujar Dwi.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022