Makassar, (ANTARA News) - Peningkatan volume kendaraan bermotor di Kota Makassar telah menimbulkan berbagai permasalahan dan yang paling membahayakan saat ini adalah pencemaran udara dengan racun timbal yang keluar cerobong asap (knalpot) kendaraan-kendaraan tersebut. "Ancaman racun timbal ini cukup mengkhawatirkan, karena itu perlu segera ada upaya serius dan terus menerus untuk mengeliminasinya," kata Indah Patinaware, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, Senin (1/5) menanggapi hasil penelitian bersama yang dilakukan Indonesian Live Information Center - Jakarta, Yayasan Lestari Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin dan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar beberapa waktu lalu. Penelitian itu dilakukan di lima besar di Indonesia yakni Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan Makassar. Ternyata, Kota Makassar lah yang memiliki kadar timbal paling tinggi alias di atas batas normal yaitu 10 mg/ desiliter. Khusus di Kota Makassar, dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 200 orang anak di kota ini menujukkan, hanya 10 persen dari yang kadar timbal dalam darahnya kurang dari 10 mg/desiliter., sedangkan 90 persen anak mengandung timbal dengan kadar rata-rata 23,96 mg/desiliter. Emisi timbal atau racun timbal itu adalah hasil dari asap knalpot kendaraan yang mencemari udara dan lingkungan, kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, makanan, kulit dan plasenta. Sementara racun timbal yang sudah mencemari udara di Kota Makassar, menurut Prof DR Razak Thaha, guru besar FKM Unhas, paling banyak bersumber dari bensin bertimbal yang umumnya digunakan masyarakat kota ini, sehingga berdampak pada gangguan sistem reproduksi, jantung, hati, syaraf, pencernaan hingga pada kematian. Dampak lainnya pada anak-anak yang terkontaminasi timbal dengan kadar 10 mg/desiliter adalah akan menurunkan tingkat kecerdasan IQ sebesar 25,5 point dan kemampuan belajar anak. "Bisa dibayangkan bagaimana kelak nasib anak-anak Kota Makassar yang akan semakin menurun kualitasnya bila pencemaran timbal ini tidak segera dieliminasi. Sementara anak-anak di kota lain seperti Jabotabek, Cirebon, Bali dan Batam, saat ini sudah tidak menghirup udara bertimbal lagi, karena kota itu telah mendapat suplai bensin tanpa timbal," ujarnya. Baik Indah dari Walhi maupun Prof. Razak Unhas mengatakan, pihak Pertamina dan pihak-pihak lainnya harus segera mengambil langkah-langkah pencegahan dengan tidak lagi mensuplai bensin bertimbal. Sementara taman-taman kota sebagai filter untuk membendung polusi udara perlu diperbanyak lagi. "Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Karena itu, pemerintah Provinsi Sulsel maupun Kota Makassar selaku pengambil kebijakan harus segera mengambil sikap dan bertindak untuk menyelamatkan generasi bangsa," tandas Indah.(*)

Copyright © ANTARA 2006