Presiden bukan sekadar meminta, melainkan memerintahkan Kapolri untuk secepatnya mengambil tindakan terhadap personel yang melanggar.
Jakarta (ANTARA) -
Pengamatan kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebutkan kasus Ismail Bolong terkait dengan uang koordinasi tambang ilegal di Kalimantan Timur menjadi preseden buruk bagi citra Polri bila Kapolri tidak segera menuntaskan.
 
"Kalau masih menunda-nunda dan menunggu desakan publik, ini akan makin menjadi preseden buruk bagi citra Polri yang profesional, bahwa kepolisian tidak bergerak bila tidak didesak," kata Bambang Rukminto saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.
 
Bambang menjelaskan bahwa kasus tambang ilegal ini secara kuantitas dan kualitas lebih besar daripada pembunuhan Brigadir J oleh mantan Kadivpropam Ferdy Sambo.
 
Namun, dia tidak melihat ada langkah konkret dari Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo turun tangan langsung menyelamatkan institusi Polri yang mendapat sorotan dengan kasus yang menyeret nama petinggi Korps Bhayangkara itu.
 
Menurut Bambang, langkah yang dilakukan pimpinan tertinggi Polri itu baru sekadar memberikan penyataan dan retorika saja.
 
"Kapolri harus turun tangan sendiri dan menunjukkan langkah-langkahnya yang konkret, bukan statemen-statemen, bukan retorika-retorika, dan bukan akan-akan," kata Bambang.
 
Dalam kasus ini, kata dia, jika Kapolri masih lambat, sudah layak Presiden untuk turun tangan guna menyelamatkan institusi Polri dari penyakit-penyakit di tubuh kepolisian.
 
"Presiden bukan sekadar meminta, melainkan memerintahkan Kapolri untuk secepatnya mengambil tindakan terhadap personel yang melakukan pelanggaran," katanya.
 
Ia menyebutkan implementasi dari perintah, salah satunya tentu saja ada dukungan kebijakan, teknis, dan ada tenggat waktu dari pelaksanaan perintah tersebut.

Baca juga: Penyidik periksa istri dan anak Ismail Bolong jam 11 hari ini
Baca juga: KPK cek adanya laporan masyarakat soal tambang ilegal di Kaltim
 
Setelah itu, mengambil alih penyelidikan dan penyidikan dengan membentuk tim independen yang dipimpinnya secara langsung. Selain itu, melibatkan lembaga-lembaga eksternal untuk menjaga objektivitas.
 
"Sekaligus mengumumkan kepada publik hasil penyelidikannya dengan transparan," katanya.
 
Sebelumnya, Ferdy Sambo menyarankan agar kasus Ismail Bolong yang menyeret nama Kabareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto agar ditangani oleh instansi lain di luar Polri.
 
Bambang berpendapat bahwa Ferdy Sambo mengetahui bagaimana perilaku dan kultur di internal kepolisian bila menyangkut pelanggaran-pelanggaran personelnya, apalagi memiliki pengaruh dan kewenangan yang tinggi. Oleh karena itu, saran mantan Kadiv Propam Polri itu dinilai masuk akal.
 
"Akan tetapi, saat ini sebagai orang yang juga bagian masalah, sudah bukan kapasitasnya lagi untuk memberi saran," kata Bambang.
 
Terkait dengan kasus ini, penyidik telah melayangkan dua kali panggilan kepada Ismail Bolong untuk keperluan pemeriksaan. Namun, yang bersangkutan berhalangan hadir karena mengaku sakit.
 
Penyidik pada hari Kamis memeriksa istri dan anak Ismail Bolong terkait dengan perusahaan tambang yang dikelola oleh keluarga tersebut.

Selain itu, satu tersangka telah ditangkap. Namun, penyidik belum mengungkap identitas tersangka dengan alasan masih dalam pemeriksaan.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022